Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Akibatnya, standar bahagia dan sedih itu dipukul rata bagi semua orang. Misal, kalau di konten bahagia itu ketika dibelikan perhiasan, maka begitu juga dengan pengguna konten, menganggap bahwa bahagia itu ketika dibelikan perhiasan.
Ketika sang suami tidak mampu membelikan perhiasan, maka ia pun menyimpulkan bahwa rumah tangganya tidak bahagia. Dan masih banyak lagi contoh kasus yang lain.
Pada akhirnya, memang kita tidak bisa menghindari arus teknologi digital. Suka tidak suka, mau tidak mau, kita memang harus berhadapan dengan teknologi media sosial.
Kita bahkan tidak bisa menjustifikasi bahwa media sosial itu buruk. Nyatanya, media sosial merupakan salah satu media siar informasi positif yang paling relevan untuk saat ini.
Upaya Menyikapi Derasnya Konten yang Beredar di Media Sosial
Meski demikian, ada beberapa hal yang dapat kita perhatikan tentang bagaimana menyikapi konten-konten di media sosial, terutama bagi keharmonisan rumah tangga, antara lain sebagai berikut:
Pertama, bijak bermedia sosial. Salah satu ciri bijak bermedia sosial adalah dengan menggunakan media sosial untuk hal-hal yang manfaat serta mendatangkan kebaikan untuk diri dan lingkungan.
Kedua, jangan mudah termakan hoax. Selalu mencari sumber berita yang valid sehingga tidak mudah terprovokasi.
Ketiga, kurangi waktu bermedia sosial. Seimbangkan waktu antara dunia maya dengan realita.
Keempat, pilah pilih konten. Pilihlah konten yang membawa suggest positif, jangan malah sebaliknya. Lebih baik skip saja konten-konten yang tidak berfaedah.
Kelima, jaga komunikasi. Tidak ada salahnya membuat kesepakatan dengan pasangan untuk sejenak stop gadget dan ber-quality time bersama keluarga.
Keenam, ambil value dari sebuah konten. Jadi, nonton konten jangan cuma bisa baper, tapi juga ambil nilai-nilai pelajaran di dalamnya.
Contoh, setelah melihat konten suami selingkuh, jangan bapernya yang dominan, tapi justru tetap menggunakan logika. Misalnya, oh saya harus memperbaiki komunikasi dengan suami, saya tidak boleh egois atau saya harus lebih meluangkan waktu untuk keluarga, dan lain sebagainya
Ketujuh, perbanyak ibadah dan beraktivitas positif. Hal ini sebagai salah satu upaya agar kita tidak terjebak dengan gaya hidup gadget minded serta membantu kita untuk me-refresh pikiran supaya dapat berpikir dengan jernih.
Nah bagaimana, masih khawatirkah dengan fenomena intervensi media sosial terhadap keharmonisan rumah tangga? Atau justru sudah berada di kubu yang bijak dan tidak mudah terintervensi?
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Intervensi Konten bagi Keharmonisan Rumah Tangga, Seberapa Mengkhawatirkan?"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.