Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Akibatnya, mereka jadi lebih memilih mencari jalan pintas dengan membayar joki akademik untuk mengerjakan tugas-tigas itu.
Ironisnya, mentalitas seperti itu lalu difasilitasi, sekaligus diamplifikasi oleh para perajin karya ilmiah alias joki akademik.
Kian hari, perjokian akademik ini lantas berkembang menjadi sebuah lembaga yang tak diakui keberadaannya (unsanctioned institutions), tetapi eksis karena berfungsi memenuhi kepentingan kelompok mahasiswa dan dosen pengambil "jalan pintas".
Terkait praktik perjokian akademik ini tak ada satu alasan pun untuk membenarkannya. Menurut saya, hanya ada satu kata untuk praktik ini, amoral.
Suatu perbuatan bisa disebut amoral jika pelaku, berdasar norma yang berlaku, sangat sadar dan tahu bahwa perbuatannya buruk/salah tetapi tetap melakukannya dengan sengaja.
Dengan merujuk pengertian itu, maka joki akademil serta mahasiswa atau dosen pengguna jasa joki secara bersama-sama telah melakukan tindakan amoral.
Dengan menjadi joki atau menggunakan jasa joki akademik, maka telah melanggar beberapa norma akademik, yakni integritas atau kejujuran dan autentisitas atau keaslian yang harus melekat dalam sebuah kerja riset dan karya ilmiah sebagai hasilnya.
Ditambah lagi motif para joki akademik dalam membuat karya ilmiah pesanan orang adalah uang dan dengan begitu secara sadar mereka telah melanggar norma/etika akademik.
Dalam mengerjakan sebuah pesanan karya imiah, seorang joki tak pernah benar-benar melakukan riset, teoritis, ataupun empiris. Mereka hanya bermodal templat aneka karya ilmiah dan stok teks serta data berupa skripsi, tesis, dan disertasi.
Jadi, mereka hanya memasukkan teks dan data ke dalam templat yang mereka inginkan, dengan melakukan perubahan atau modifikasi seperlunya.
Tak hanya para joki akademik, dosen atau mahasiswa yang menggunakan jasa joki akademik telah melanggar norma/etika akademik.
Tindakan menggunakan jasa joki bagi mahasiswa ataupun dosen tersebut termasuk pelanggaran aspek integritas (kejujuran) dan autentisitas (keaslian) dalam proses pencarian dan penemuan kebenaran saintifik.
Akibatnya, ketidakjujuran dalam kerja riset ilmiah akan menghasilkan kebohongan berkedok sains. Pada akhirnya, hal tersebut akan merusak reputasi validitas atau kredibilitas sains.
Selain itu, ketidakaslian hasil riset akan berimplikasi adanya repetisi (pengulangan hal serupa) atau bahkan plagiarisme yang tentu menjadi hal sangat tidak etis di ranah sains.
Bagi saya, ketidakjujuran dan ketidakaslian riset sains pada karya ilmiah hasil kerja joki akademik itu akan merugikan masyarakat dalam dua cara.
Pertama, memberikan pengetahuan palsu. Kedua, memberikan informasi yang basi atau berisi pengulangan dari yang sudah ada sebelumnya.
Dengan kata lain, karil hasil kerja joki tak punya nilai manfaat (aksiologi) bagi masyarakat. Jika ada nilainya, maka itu hanya nilai uang yang dibayarkan mahasiswa/dosen kepada joki sebagai upah.
Tidak berlebihan jika dikatakan makalah, skripsi, tesis, disertasi, dan artikel jurnal ilmiah yang dihasilkan joki itu pada akhirnya hanyalah "sampah akademik".
Dengan segala sisi negatif dari hadirnya joki akademik ini maka bisa dibilang perjokian akademik ini adalah puncak gunung es kegagalan perguruan tinggi kita dalam hal penyelenggaraan pendidikan.