Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Felix Tani
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Felix Tani adalah seorang yang berprofesi sebagai Ilmuwan. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Joki Akademik: Permasalahan Amoralitas dan Gagalnya Perguruan Tinggi

Kompas.com - 10/03/2023, 08:11 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Kegagalan itu meliputi tida hal, antara lain sebagai berikut.

  • Kegagalan pembentukan cara berpikir saintifik yaitu logis dan sistematis pada mahasiswa/lulusan.
  • Kegagalan pembentukan karakter khususnya terkait moral akademik yang kuat pada mahasiswa/lulusan.
  • Kegagalan pendampingan mahasiswa/dosen untuk melakukan riset saintifik dan menghasilkan karya ilmiah yang memiliki nilai kejujuran dan otentisitas.

Oleh karena kegagalan itu bersumber pada internal perguruan tinggi, maka daripada memerangi para joki amora, akan lebih tepat melakukan pembenahan sistem akademik secara internal.

Menurut saya, sekurangnya ada empat langkah solutif yang dapat dipertimbangkan.

Pertama, revisi silabus metodologi sains dengan memasukkan materi filsafat sains untuk membentuk pola pikir logis dan sistematis, sekaligus kreatif dan inovatif, pada mahasiswa.

Hal tersebut pernah saya terapkan selama 15 tahun dalam kuliah metodologi. Hasilnya mahasiswa dalat dengan relatif lancar menyusun rencana riset yang sistematis.

Kedua, integrasi topik etika akademis dalam perkuliahan metodologi sains, sebagai cara untuk membentuk moralitas yang kuat pada mahasiwa, khususnya terkait nilai integritas dan autentisitas dalam kerja saintifik.

Ketiga, penyediaan pilihan bagi mahasiswa untuk jalur non-skripsi (praktisi) dan skripsi (teorisi/akademisi).

Hal tersebut karena tidak semua mahasiswa mampu menerapkan pola pikir logis dan sistematis dalam kerja riset saintifik.

Mungkin bahkan sebagian besar dari mereka justru lebih mampu menerapkannya dalam praksis, seperti praktik kerja lapangan atau magang kerja.

Sejumlah perguruan tinggi kita sudah menerapkan pola itu. Akan tetapi perlu lebih ditingkatkan dan diperluas dalam konteks implementasi program Kampus Merdeka.

Pola seperti ini dialami oleh anak saya sendiri. Ia magang di sebuah perusahaan start up dalam rangka Kampus Merdeka, hasil kerja magangnya ia buktikan dengan laporan.

Dari laporan ini ternyata dapat dikonversi ke dalam sejumlah mata kuliah. Lebih penting lagi, ia dapat belajar teori dan konsep sains mana saja yang benar-benar relevan dan diperlukan dalam dunia kerja.

Keempat, peningkatan dan penyegaran kemampuan metodologis dosen serta pendampingan penulisan artikel ilmiah untuk jurnal internasional.

Di lingkup perguruan tinggi, mungkin hanya dosen pengampu metodologi sains dan mereka yang tergabung dalam lembaga riset saja yang secara konsisten meningkatkan kemampuan di bidang metodologi sains. Hal tersebut karena memang tuntutan tugas mereka.

Sementara yang berada di luar golongan tersebut hanya terfokus pada mata kuliah disipilin sains. Akibatnya, mereka jadi kurang mengikuti perkembangan terbaru metodologi sains, padahal pengetahuan metodologi yang ia miliki bisa jadi sudah outdate alias basi.

Maka tak mengherankan bila kemudian banyak dosen yang mengalami kesulitan saat dituntut menulis artikel untuk jurnal ilmiah terindeks nasional dan internasional, yang merupakan salah satu syarat mutlak untuk menjadi guru besar "kelas dunia".

Empat langkah tersebut bukanlah obat bagi segala kegagalan pendidikan di Perguruan Tinggi. Akan tetapi, dengan itu Perguruan Tinggi dapat membentengi diri dari gerogotan joki akedemik, para perajin karya ilmiah yang akan semakin canggih dengan kehadiran chatbot berbasis AI seperti ChatGPT.

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Joki, Immoralitas, dan Gagalnya Perguruan Tinggi"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Jumlah Mesin ATM Terus Berkurang, Ada Apa?

Jumlah Mesin ATM Terus Berkurang, Ada Apa?

Kata Netizen
4 Alasan Orang Indonesia Suka Makanan Pedas

4 Alasan Orang Indonesia Suka Makanan Pedas

Kata Netizen
Peran Vital Guru Honorer dan 'Cleansing' yang Terjadi

Peran Vital Guru Honorer dan "Cleansing" yang Terjadi

Kata Netizen
Menyikap 'Rayuan Bos', Apa yang Mesti Dilakukan Bawahan?

Menyikap "Rayuan Bos", Apa yang Mesti Dilakukan Bawahan?

Kata Netizen
Lembaga Survei, Elektabilitas, dan Strategi Partai

Lembaga Survei, Elektabilitas, dan Strategi Partai

Kata Netizen
Dari Seorang Introvert Kita Belajar...

Dari Seorang Introvert Kita Belajar...

Kata Netizen
Menyemangati Anak Ketika Gagal Masuk Sekolah Favorit

Menyemangati Anak Ketika Gagal Masuk Sekolah Favorit

Kata Netizen
Budget Tipis dari Klien, Terima atau Tolak?

Budget Tipis dari Klien, Terima atau Tolak?

Kata Netizen
5 Cara Meningkatkan Kinerja Guru Sesuai dengan Kurikulum Merdeka

5 Cara Meningkatkan Kinerja Guru Sesuai dengan Kurikulum Merdeka

Kata Netizen
Fenomena 'Makan Tabungan', Kenapa Bisa Makin Marak?

Fenomena "Makan Tabungan", Kenapa Bisa Makin Marak?

Kata Netizen
Pemimpin Populis pada Pilkada 2024

Pemimpin Populis pada Pilkada 2024

Kata Netizen
Istri Alami Baby Blues, Bukan Berarti Manja atau Lebay

Istri Alami Baby Blues, Bukan Berarti Manja atau Lebay

Kata Netizen
PPBD dan Niat Membuat Pendidikan Berkualitas serta Berkeadilan

PPBD dan Niat Membuat Pendidikan Berkualitas serta Berkeadilan

Kata Netizen
Apa yang Dipertimbangkan Sebelum Resign dari PNS?

Apa yang Dipertimbangkan Sebelum Resign dari PNS?

Kata Netizen
Ketika Judi Online Mulai Menyasar Pelajar

Ketika Judi Online Mulai Menyasar Pelajar

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com