Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Namun perlu dicatat, pengawasan orangtua pun bukan seperti pengawas ujian terhadap peserta ujian, yang membuat kenyamanan menjadi terganggu.
Pengawasan anak bisa dilakukan dengan menguping diam-diam, atau dengan cara lain yang membuat anak merasa tidak terlalu diawasi, misalnya terhadap suara-suara yang keluar dari gadget.
Jika anak membuka media sosial dan iklan khusus dewasa lewat, maka pada saat itulah orangtua mesti aktif memberi tahu, mengajarkan apa-apa saja yang baik dan tidak baik untuk ditonton.
Atau kata-kata dalam aktivitas main game online yang tidak sopan dari lawan bermain mereka. Terhadap hal itu, anak mesti dibiasakan mengingatkan temannya akan tidak sepantasnya kata-kata itu. Jika tidak diindahkan, anak mesti diajari untuk mencari teman bermain game yang lain, yang lebih berakhlak.
Di sini, anak tetap merasa bahwa mereka tidak dilarang bermain gadget, namun dalam penggunaannya mesti dilakukan dengan cara-cara yang bertanggung jawab.
5. Sesekali terlibat dalam aktivitas gadget anak
Kebahagiaan terbesar seorang anak apabila ia mendapat perhatian dari orangtuanya secara wajar. Apalagi ketika ia dimintai pendapat, dan ia memberikan buah pikirannya, kemudian ide-idenya dipakai untuk mengambil keputusan.
Maka, sesekali orangtua perlu minta diajari tentang aktivitas anak di gadget. Misalnya jika anak memainkan game, orangtua dengan seolah-olah membutuhkan informasi meminta sang anak turut mengajarinya bermain. Jika perlu, sesekali mabar bersama.
Atau jika anak gemar membuat video konten di Tiktok, orangtua mesti sesekali terlibat membuat konten bersama. Seperti yang pernah dilakukan oleh mantan wakil presiden Jusuf Kalla terhadap cucunya.
Keuntungan dari keterlibatan ini meliputi 3 hal. Pertama, semakin memelihara kedekatan hubungan antara anak dan orangtua. Di mana ini merupakan kunci keberhasilan pendidikan di keluarga.
Kedua, anak merasa aktivitas mereka didukung, mereka merasa diberi kepercayaan, dengan begitu mereka akan terbuka, tidak akan menutup-nutupi aktivitas gadget mereka dari orangtua.
Ketiga, anak merasa orangtua tahu dan update terhadap dunia pergaulan maya mereka, yaitu berasal dari informasi yang mereka berikan sendiri. Suatu saat, jika mereka membutuhkan saran atau solusi dari penggunaan gadget mereka, maka orangtua menjadi tempat konsultasi pertama yang mereka tuju, bukan kepada orang lain.
Dengan demikian, jika semua hal itu terpenuhi, orangtua tidak perlu lagi khawatir memberikan gadget kepada anak.
Menjauhkan anak dari gadget bukanlah solusi, itu hanya akan menjauhkan mereka dari realitas dunia terkini.
Alangkah bagusnya jika anak diberi pengertian bahwa beginilah dunia, asalkan orangtua bisa sabar dan cerdas dalam melakukan terhadap anak pendidikan di rumah.
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Menjauhkan Anak dari Gadget Sama dengan Menjauhkan Anak dari Dunia"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.