Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ariana Maharani
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Ariana Maharani adalah seorang yang berprofesi sebagai Dokter. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Komitmen Indonesia Terapkan Kebijakan Pengurangan Natrium

Kompas.com - 13/05/2023, 07:21 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Beberapa negara dengan tingkat konsumsi garam tertinggi di dunia antara lain, Jepang, Korea Selatan, dan China. Angka rata-rata konsumsi garam tiap orang per harinya di negara-negara itu adalah sekitar 10-15 gram.

Sementara di beberapa negara di Eropa dan Amerika Utara memiliki konsumsi garam yang lebih rendah, yakni kurang dari 10 gram tiap orang per harinya,

Di Indonesia sendiri berdasarkan data Kementerian Kesehatan Republik Indoensia, rata-rata konsumsi garam tiap orang per harinya adalah sekitar 9-12 gram.

Angka konsumsi tersebut sudah termasuk dalam kategori tinggi dan sudah melebihi batas yang direkomendasikan oleh WHO, yakni kurang dari 5 gram per hari.

WHO melalui Global Report on Sodium Reduction 2023 menyajikan hasil dari pantauan kemajuan dan hasil identifikasi area tindakan dalam implementasi kebijakan pengurangan natrium serta langkah-langkah lain pada seluruh negara anggota WHO.

Di laporan ini, WHO turut menyertakan Sodium Country Score dalam rentang 1 (terendah) hingga 4 (tertinggi) berdasarkan tingkat implementasi kebijakan pengurangan natrium.

Skor tersebut digunakan untuk memperkirakan dampak kemajuan kebijakan pada asupan natrium diet populasi dan penyakit kardiovaskular.

Hingga bulan Oktober 2022 lalu, dari 194 negara anggota, 79% di antaranya atau 154 negara telah memiliki komitmen kebijakan terhadap pengurangan natrium dengan masing-masing bentuk komitmen yang bervariasi tingkatnya.

Hasil dari komitmen membuat kebijakan pengurangan natrium tersebut menunjukkan terdapat pengurangan sebesar 23% pada dampak potensial dari asupan natrium dan 3% pada kematian kardiovaskular secara global pada tahun 2030.

Meski jumlah pengurangan tersebut masih di bawah target yang diharapkan yakni 30% di tahun 2030, WHO mengatakan bahwa pencapaian target tersebut masih dapat dicapai jika terdapat implementasi cepat yang dipimpin oleh pemerintah beserta langkah-langkah komprehensif di dalamnya.

Di tahun 2023 ini WHO mengungkapkan bahwa pengurangan asupan natrium merupakan salah satu cara yang paling cost-effective untuk meningkatkan status kesehatan dan mengurangi beban penyakit tidak menular penyakit, mengingat cara tersebut dapat mencegah sejumlah besar kejadian kardiovaskular dan kematian dengan biaya program yang sangat rendah.

Maka dari itu, WHO merekomendasikan beberapa kebijakan mengenai natrium untuk mencegah penyakit kardiovaskular dan biaya yang terkait oleh beban penyakit-penyakit tersebut, antara lain sebagai berikut.

  • Menurunkan kandungan natrium dalam produk makanan.
  • Menerapkan pelabelan front-of-pack untuk membantu konsumen memilih produk makanan dengan kandungan natrium yang lebih rendah.
  • Melakukan kampanye media massa untuk mengubah perilaku konsumen seputar natriun.
  • Menerapkan kebijakan pengadaan dan pelayanan pangan publik untuk mengurangi kandungan natrium dalam makanan yang disajikan dan dijual.

Kebijakan Pengurangan Natrium di Indonesia

Kebijakan pengurangan natrium atau garam juga telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia melalui beberapa langkah.

Antara lain pertama melalui Peraturan Menteri Kesehatan No. 28 tahun 2019 tentang Pengendalian Konsumsi Garam.

Peraturan ini mengatur tentang batas kandungan garam dalam makanan dan minuman, baik yang dijual di pasar tradisional, modern, maupun restoran. Adapun batas maksimum yang ditetapkan adalah sebesar 1,5 gram garam per hari untuk orang dewasa.

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

'Selain Donatur Dilarang Mengatur', untuk Siapa Pernyataan Ini?

"Selain Donatur Dilarang Mengatur", untuk Siapa Pernyataan Ini?

Kata Netizen
Kenapa Mesti Belajar Menolak dan Bilang 'Tidak'?

Kenapa Mesti Belajar Menolak dan Bilang "Tidak"?

Kata Netizen
'Fatherless' bagi Anak Laki-laki dan Perempuan

"Fatherless" bagi Anak Laki-laki dan Perempuan

Kata Netizen
Mudik Backpacker, Jejak Karbon, dan Cerita Perjalanan

Mudik Backpacker, Jejak Karbon, dan Cerita Perjalanan

Kata Netizen
Antara RTB dan Kualitas Hidup Warga Jakarta?

Antara RTB dan Kualitas Hidup Warga Jakarta?

Kata Netizen
Apa yang Membuat Hidup Sederhana Jadi Pilihan?

Apa yang Membuat Hidup Sederhana Jadi Pilihan?

Kata Netizen
Pembelajaran dari Ramadan, Minim Sampah dari Dapur

Pembelajaran dari Ramadan, Minim Sampah dari Dapur

Kata Netizen
Bagaimana Premanisme Bisa Hidup di Tengah Kehidupan?

Bagaimana Premanisme Bisa Hidup di Tengah Kehidupan?

Kata Netizen
Kasus Konstipasi Meningkat Selama Puasa, Ini Solusinya!

Kasus Konstipasi Meningkat Selama Puasa, Ini Solusinya!

Kata Netizen
Zakat di Sekolah, Apa dan Bagaimana Caranya?

Zakat di Sekolah, Apa dan Bagaimana Caranya?

Kata Netizen
Kesiapan Tana Toraja Sambut Arus Mudik Lebaran

Kesiapan Tana Toraja Sambut Arus Mudik Lebaran

Kata Netizen
Ada Halte Semu bagi Pasien Demensia di Jerman

Ada Halte Semu bagi Pasien Demensia di Jerman

Kata Netizen
Memberi Parsel Lebaran, Lebih dari Sekadar Berbagi

Memberi Parsel Lebaran, Lebih dari Sekadar Berbagi

Kata Netizen
Melihat Kota Depok Sebelum dan Setelah Lebaran

Melihat Kota Depok Sebelum dan Setelah Lebaran

Kata Netizen
'Mindful Eating' di Bulan Ramadan dan Potensi Perubahan Iklim

"Mindful Eating" di Bulan Ramadan dan Potensi Perubahan Iklim

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau