Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Sebagai manusia, kita memang tidak bisa menebak kapan kita akan dipanggil oleh Sang Pencipta.
Oleh karena itu kita perlu meyiapkan segala sesuatunya jika kelak suatu hari harus dipanggil Sang Pencipta, mulai dari amal kebaikan hingga proses pemakaman.
Mengapa demikian? Sebab, jika melihat di Jakarta saja menurut data yang dihimpun Kompas lahan makam semakin sempit.
Selain faktor lahan makam yang semakin sempit, biaya pemakaman juga tak bisa dibilang murah. Maka dari itu penting bagi kita untuk menyiapkan segalanya.
Terkait proses pemakaman, setiap agama memiliki proses penghormatan masing-masing bagi mereka yang meninggal, ada yang dimakamkan atau juga dikremasi.
Sebagai umat Katolik, yang saya tahu umumnya menerapkan sistem pemakaman bagi pemeluknya yang meninggal. Namun memang, ketika akan memakamkan seseorang yang meninggal, kita dihadapi dengan masalah lahan dan biaya pemakaman.
Di lingkungan geraja saja, biaya lahan pemakaman bisa mencapai 12 juta rupiah. Biaya itu belum termasuk biaya peti mati, sewa ambulans, dan profesi upacara pemakaman.
Lahan yang digunakan adalah lahan yang dikelola oleh gereja dan hanya dikhususkan bagi umat Katolik yang terdaftar dalam lingkungan gereja tersebut.
Bagi mereka yang memiliki finansial lebih, biasanya memilih lahan makamnya sendiri. Saya memiliki kenalan yang keluarganya menyewa lahan pemakaman di San Diego Hills Memorial Park, salah satu area pemakaman termahal di Indonesia.
Bahkan biaya pemakaman di San Diego Hills ada yang mencapai miliaran rupiah. Biaya perawatan pemakamannya pun diketahui bisa mencapai puluhan juta rupiah per tahunnya.
Semua biaya tersebut bisa dikatakan sangat fantastis. Namun bagi sedikit kalangan, terutama mereka yang mampu secara finansial memilih lokasi makam tertentu merupakan bentuk pertimbangan terhadap status sosial atau ada permintaan khusus dari mendiang serta pertimbangan lainnya.
Bagi kalangan lainnya yang secara finansial tak begitu beruntung, biasanya akan memilih memanfaatkan lahan pemakaman yang disediakan oleh gereja.
Meski begitu, menyiapkan dana kematian yang bisa mencapai belasan juta rupiah juga bukan perkara mudah. Di sinilah peran iuran rukun kematian yang diterapkan oleh warga katolik terasa penting.
Tahun lalu, ketika saya mengurus segala administrasi terkait kepindahan rumah baru di daerah Tabanan, Bali. Saya diberitahu ketua stasi soal kondisi lingkungan gereja serta beberapa iuran warga Katolik yang harus dipenuhi, salah satunya adalah iuran rukun kematian.
Ia mengatakan bahwa besaran iuran yang harus dibayarkan untuk rukun kematian ini adalah 30 ribu rupiah per kepala di bulan pertama. Sementara di bulan kedua dan setelahnya dikenakan 2 ribu rupiah per kepala.