Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ariana Maharani
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Ariana Maharani adalah seorang yang berprofesi sebagai Dokter. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Lemahnya Sistem Kebijakan dalam Penanganan Stunting di Indonesia

Kompas.com - 31/07/2023, 16:56 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Seorang anak bisa dikatakan stunting ketika mengalami pertumbuhan tubuh yang terhambat, akibatnya tinggi badan anak tersebut tidak optimal dan lebih pendek jika dibandingkan dengan tinggi badan semestinya yang sesuai dengan usia mereka.

Stunting sendiri merupakan isu nasional yang sangat serius dan penting di banyak negara, tak terkecuali di Indonesia.

Isu stunting menjadi penting karena bisa berdampak pada perkembandan dan kualitas hidup anak-anak serta berpotensi memengaruhi produktivitas dan kemajuan suatu negara di masa depan.

Dalam jangka panjang, stunting dapat menyebabkan masalah yang serius, termasuk gangguan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan otak anak, rendahnya dayan tahan tubuh, serta masalah kesehatan lain, seperti berbagai penyakit kronis yang bisa muncul kapan saja ketika anak beranjak dewasa.

Di samping itu, ketika anak mengalami stunting, mungkin juga ia akan kesulitan untuk berkonsentrasi, kesulitan untuk memahami pelajaran, dan kesulitan untuk belajar secara efektif.

Akibatnya tentu akan membuat pencapaian pendidikan mereka tak akan maksimal, juga akan membatasi peluang kerja mereka di masa depan. Semua ini akan menyebabkan rendahnya produktivitas tenaga kerja di masa depan.

Penanganan stunting tentunya memerlukan biaya yang tidak sedikit, ditambah lagi penanganan stunting juga memerlukan waktu yang panjang. Biaya tinggi ini dibutuhkan tak hanya di tingkat keluarga, namun juga terkait sistem kesehatan nasional.

Soal stunting dan biaya kesehatan nasional, saya pernah menulisnya di artikel berikut.

Sejak tahun 2018, pemerintah Indonesia sebenarnya secara intensif sudah melakukan berbagai upaya, termasuk mengeluarkan kebijakan beserta dana yang tak sedikit terkait percepatan penurunan tingkat stunting.

Namun sayang, usaha penanganan ini belum berhasil membuat angka stunting Indonesia menurun. Yang juga disayangkan adalah berbagai kebijakan yang dibuat terkait penanganan stunting terkesean direalisasikan setengah-setengah dan tak serius, mengingat betapa rendahnya sinergi antara satu kebijakan dengan kebijakan lainnya.

Masing-masing sektor cenderung bekerja sendiri-sendiri tanpa mempertimbangkan apakah kebijakan yang diluncurkan mampu mencapai tujuan bersama yang menjadi isu prioritas negara, yakni mengentaskan stunting.

Salah satu contohnya bisa dilihat ketika para orangtua selama ini sudah diberi sosialisasi untuk membeli berbagai sumber protein hewani sebagai instrumen gizi yang dibutuhkan guna mencegah stunting.

Ironisnya, di saat yang bersamaan sumber protein, seperti daging sapi atau dating ayam memiliki harga yang semakin tinggi setiap harinya.

Apalagi banyak orangtua Indonesia yang masih mendapat gaji jauh di bawah UMR padahal sudah bekerja keras dari pagi hingga petang.

Rendahnya penghasilan ini juga akan mengakibatkan rendahnya daya beli masyarakat terhadap sumber-sumber protein hewani tersebut. Pada akhirnya, gizi anak pun kerap kali tak tercukupi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya
ASN Dipindah Tugaskan, Bagaimana Kondisi Sosial dan Psikologisnya?
ASN Dipindah Tugaskan, Bagaimana Kondisi Sosial dan Psikologisnya?
Kata Netizen
Sudah Tidak Mau Pelihara, Kok Malah Hewannya Dibuang?
Sudah Tidak Mau Pelihara, Kok Malah Hewannya Dibuang?
Kata Netizen
Ragam Makanan Aceh Besar, Mana Jadi Favoritmu?
Ragam Makanan Aceh Besar, Mana Jadi Favoritmu?
Kata Netizen
Sudah Siapkah Menerima Bapak Rumah Tangga di Sekitar Kita?
Sudah Siapkah Menerima Bapak Rumah Tangga di Sekitar Kita?
Kata Netizen
Akan Tiba Satu Masa, Anak Enggan Diajak Pergi
Akan Tiba Satu Masa, Anak Enggan Diajak Pergi
Kata Netizen
Me Time ala Ibu-Ibu, Ngamar Sendiri di Hotel
Me Time ala Ibu-Ibu, Ngamar Sendiri di Hotel
Kata Netizen
Sugar Coating, antara Sopan Santun dan Kepalsuan Sosial
Sugar Coating, antara Sopan Santun dan Kepalsuan Sosial
Kata Netizen
Perpustakaan Sidoarjo dan Upaya Menjaga Literasi
Perpustakaan Sidoarjo dan Upaya Menjaga Literasi
Kata Netizen
Bata Setop Produksi Sepatu, Kini Tinggal Kenangan...
Bata Setop Produksi Sepatu, Kini Tinggal Kenangan...
Kata Netizen
Musim Hujan Datang dan Jalan Raya yang Menggenang
Musim Hujan Datang dan Jalan Raya yang Menggenang
Kata Netizen
Ini 4 Olahan Makanan Lokal Toraja untuk MBG
Ini 4 Olahan Makanan Lokal Toraja untuk MBG
Kata Netizen
Apakah Perlu Izin Tetangga Sebelum Kita Pelihara Hewan?
Apakah Perlu Izin Tetangga Sebelum Kita Pelihara Hewan?
Kata Netizen
Usia 30an Ganti Karier, Apa yang Mesti Disiapkan?
Usia 30an Ganti Karier, Apa yang Mesti Disiapkan?
Kata Netizen
Mencecap Keautentikan Lontong Kupang di Alun-alun Bangkalan
Mencecap Keautentikan Lontong Kupang di Alun-alun Bangkalan
Kata Netizen
Jika Kebijakan Minim Bacaan, Ada Risiko Maksimal ke Depannya
Jika Kebijakan Minim Bacaan, Ada Risiko Maksimal ke Depannya
Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau