Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Akibat tak kunjung sembuh karena efek obat palsu yang tak ampuh, tentu akan merugikan pasien karena tentu akan membuat pasien mengeluarkan biaya lebih banyak untuk membeli obat lain yang asli.
Hal itu bisa diperparah apabila pasien itu malah mengidap efek samping yang fatal dan mengakibatkannya harus dirawat di rumah sakit akibat mengonsumsi obat palsu.
Peredaran obat palsu sudah pasti akan merugikan industri farmasi. Produk obat yang paling sering dipalsukan biasanya adalah produk yang paling laku di pasaran dan umumnya menjadi backbone penjualan industri farmasi tersebut.
Atau bisa juga produk obat untuk penyakit-penyakit yang mengancam nyawa (life-threatening), seperti antimalaria & antiretroviral (HIV). Atau produk-produk obat paten/branded yang harganya memang mahal.
Setiap Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) seperti rumah sakit atau puskesmas, serta Fasilitas Pelayanan Kefarmasian (Fasyanfar) seperti apotek atau toko obat, tentu memiliki prosedur khusus dalam proses pengadaan obat termasuk pemilihan pemasok obat.
Jika prosedur tersebut dijalankan dan farmasisnya betul-betul mengawasi, seharusnya kecil kemungkinan masuknya obat palsu. Masuknya obat palsu sangat mungkin terjadi jika pengadaannya berasal dari jalur tidak resmi.
Adanya peredaran obat ilegal/palsu ini tentu saja menurunkan tingkat kepercayaan pasien pada fasyankes maupun fasyanfar. Padahal untuk mengatasi penyakit-penyakit ringan, biasanya pasien melakukan swamedikasi dengan membeli sendiri obat yang mereka butuhkan.
Ketika sudah memahami ciri-ciri obat ilegal/palsu, kita bisa melakukan cara-cara berikut agar terhindar dari risiko mendapat produk obat ilegal/palsu.
Usahakan untuk membeli obat (menebus resep maupun swamedikasi) dari sarana yang terjamin.
Selalu cek kemasan obat. Minimal kejelasan NIE dan tanggal kedaluwarsanya. Beberapa industri farmasi juga sering melakukan improvement pada kemasan produknya, sehingga tak jarang bentuk dan desain kemasannya berubah. Jika ragu, jangan sungkan menanyakan hal ini pada farmasisnya ya.
Usahakan untuk selalu mengamati pemerian produk sebelum atau saat mengonsumsi obat (bentuk, warna, bau, dan rasanya). Jika insting Anda ragu, baiknya jangan dikonsumsi. Bila memungkinkan, bandingkan dengan produk yang sama.
Jika kita sudah terlanjur minum obat namun merasakan hal yang aneh, seperti tidak ada penurunan gejala penyakit/efek samping samping tertentu yang mengganggu, baiknya jangan diteruskan dan bila perlu minta petunjuk dokter.
Peredaran obat ilegal/palsu memang menjadi tantangan tersendiri bagi dunia, khususnya Indonesia sebagai salah satu negara berkembang. Perlu kerja sama yang solid dan komitmen kuat dari pemerintah, pelaku usaha, dan farmasis dalam melaksanakan peraturan yang ada secara konsisten dan memperbanyak edukasi ke masyarakat untuk mencegah meningkatnya isu ini.
Semoga bermanfaat. Tanya obat, tanya apoteker!
Referensi:
BPOM | OECD - EUIPO | NCBI
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Hati-hati, Yuk Kenali Ciri Obat Ilegal atau Palsu"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.