Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rendy Artha Luvian
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Rendy Artha Luvian adalah seorang yang berprofesi sebagai Penulis. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Upaya Konkret untuk Memperbaiki Kualitas Udara di Indonesia

Kompas.com - 23/09/2023, 16:11 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Dua Penyebab Utama, Musim Kemarau dan Kebakaran Hutan

Di Indonesia, musim kemarau telah menjadi periode kritis yang memperburuk kualitas udara. Di tahun 2023 ini, peristiwa El Nino moderat dan Indian Ocean Dipole (IOD) positif menyebabkan cuaca menjadi lebih panas dan kering.

Hal tersebut mengakibatkan curah hujan menurun, mengeringkan tanah, dan meningkatkan potensi kebakaran hutan serta lahan.

Di Kalimantan Barat, penyebab utama memburuknya kualitas udara adalah kebakaran hutan dan lahan. Asap tebal yang mengendap di udara tidak hanya mengganggu kesehatan masyarakat setempat tetapi juga merambah ke wilayah lain. Hal serupa yang juga terjadi di Sumatera Selatan.

Fenomena Lapisan Inversi: Jakarta di Bawah Kabut

Selama musim kemarau, kota Jakarta memiliki fenomena khusus yang biasa disebut sebagai “lapisan inversi.” Fenomena ini terjadi ketika udara di permukaan bumi cenderung lebih dingin dibandingkan dengan udara di atasnya.

Lapisan inversi ini berfungsi sebagai "tutup" yang mencegah udara tercampur dan terdiversi. Hasilnya, polutan tetap terperangkap di lapisan udara yang lebih rendah, menjadikan Jakarta terlihat keruh dan penuh dengan kabut.

Semua faktor ini, mulai dari emisi kendaraan, pembangkit listrik, hingga kebakaran hutan dan fenomena lapisan inversi, saling berhubungan dan saling memengaruhi, menciptakan tantangan kompleks dalam upaya menjaga kualitas udara yang baik.

Langkah-langkah Meningkatkan Kualitas Udara

Sejatina adalah tugas bersama untuk meningkatkan kualitas udara ang layak untuk dihirup. Tentu upaya ini bisa kita capai melalui langkah-langkah yang konkret. Maka dari itu agar bisa meningkatkan kualitas udara, kita bisa melakukan beberapa upaya berikut ini.

  • Beralih ke energi bersih.

Investasi dalam sumber energi bersih, seperti energi surya dan angin, serta mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, adalah langkah penting. Ini dapat dilakukan melalui kebijakan pemerintah yang mendukung energi terbarukan dan insentif untuk kendaraan listrik.

  • Transportasi berkelanjutan.

Pemerintah dan warganya perlu memiliki satu pemahaman untuk mendorong penggunaan trasportasi berkelanjutan, seperti berjalan kaki, sepeda, serta angkutan/transportasi umum yang ramah lingkungan.

Jika bisa mewujudkan ini, tentu bisa menjadi upaya nyata untuk dapat mengurangi emisi yang berasala dari kendaraan bermotor. Maka dari itu, pemerintah juga perlu meningkatkan segala infrastruktur transportasi umum yang lebih efisien.

  • Pengelolaan lalu lintas yang efisien.

Di kota-kota besar di Indonesia masalah yang sering ditemui adalah kemacetan. Maka dari itu, pemerintah perlu menemukan solusi yang tepat untuk mengurangi tingkat kemacetan lalu lintas.

Dengan mengurangi tingkat kemacetan lalu lintas, otomatis juga dapat mengurangi emisi polutan. Untuk mewujudkan hal ini dibutuhkan perencanaan perkotaan yang bijak, penggunaan teknologi untuk mengelola lalu lintas, dan promosi carpooling.

  • Pembersihan udara industri.

Seperti yang diungkapkan sebelumnya bahwa salah satu penyebab polusi udara adalah asap yang berasal dari sektor industri, seperti misalnya pembangkit listrik.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

'Selain Donatur Dilarang Mengatur', untuk Siapa Pernyataan Ini?

"Selain Donatur Dilarang Mengatur", untuk Siapa Pernyataan Ini?

Kata Netizen
Kenapa Mesti Belajar Menolak dan Bilang 'Tidak'?

Kenapa Mesti Belajar Menolak dan Bilang "Tidak"?

Kata Netizen
'Fatherless' bagi Anak Laki-laki dan Perempuan

"Fatherless" bagi Anak Laki-laki dan Perempuan

Kata Netizen
Mudik Backpacker, Jejak Karbon, dan Cerita Perjalanan

Mudik Backpacker, Jejak Karbon, dan Cerita Perjalanan

Kata Netizen
Antara RTB dan Kualitas Hidup Warga Jakarta?

Antara RTB dan Kualitas Hidup Warga Jakarta?

Kata Netizen
Apa yang Membuat Hidup Sederhana Jadi Pilihan?

Apa yang Membuat Hidup Sederhana Jadi Pilihan?

Kata Netizen
Pembelajaran dari Ramadan, Minim Sampah dari Dapur

Pembelajaran dari Ramadan, Minim Sampah dari Dapur

Kata Netizen
Bagaimana Premanisme Bisa Hidup di Tengah Kehidupan?

Bagaimana Premanisme Bisa Hidup di Tengah Kehidupan?

Kata Netizen
Kasus Konstipasi Meningkat Selama Puasa, Ini Solusinya!

Kasus Konstipasi Meningkat Selama Puasa, Ini Solusinya!

Kata Netizen
Zakat di Sekolah, Apa dan Bagaimana Caranya?

Zakat di Sekolah, Apa dan Bagaimana Caranya?

Kata Netizen
Kesiapan Tana Toraja Sambut Arus Mudik Lebaran

Kesiapan Tana Toraja Sambut Arus Mudik Lebaran

Kata Netizen
Ada Halte Semu bagi Pasien Demensia di Jerman

Ada Halte Semu bagi Pasien Demensia di Jerman

Kata Netizen
Memberi Parsel Lebaran, Lebih dari Sekadar Berbagi

Memberi Parsel Lebaran, Lebih dari Sekadar Berbagi

Kata Netizen
Melihat Kota Depok Sebelum dan Setelah Lebaran

Melihat Kota Depok Sebelum dan Setelah Lebaran

Kata Netizen
'Mindful Eating' di Bulan Ramadan dan Potensi Perubahan Iklim

"Mindful Eating" di Bulan Ramadan dan Potensi Perubahan Iklim

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau