Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Abdul Haris
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Abdul Haris adalah seorang yang berprofesi sebagai Bankir. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Menilik Alasan Naiknya Suku Bunga Acuan BI

Kompas.com - 06/11/2023, 12:47 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Kondisi tersebut akan mendorong Indonesia untuk memiliki tingkat suku bunga di atas AS. Sebab tingkat suku bunga acuan merupakan salah satu daya tarik bagi investor untuk berinvestasi atau menanamkan modalnya di Indonesia. Hal itu berkorelasi dengan imbal hasil yang diharapkan oleh investor.

Ketika suku bunga Indonesia sama atau bahkan di bawah AS, maka akan muncul risiko perpindahan dana atau modal dari Tanah Air ke AS (capital outflow).

Jika terjadi demikian, maka investor akan lebih berminat menginvestasikan dananya di AS daripada di Indonesia. Selanjutnya kondisi tersebut dapat menggerus cadangan devisa yang akhirnya akan menekan nilai rupiah ke tingkat yang rendah.

Faktor yang mendorong terjadinya capital outflow adalah tingkat credit scoring, yakni semacam penilaian tingkat kelayakan investasi obligasi di suatu negara. Credit scoring Indonesia berdasarkan penilaian lembaga internasional Standard and Poor’s dan Fitch adalah BBB.

Dengan nilai tersebut, Indonesia sebenarnya sudah masuk kategori investment grade atau layak investasi. Namun, tingkat kelayakan itu masih di bawah negara-negara maju lain, seperti Malaysia dan Singapura yang umumnya memiliki nilai A.

Jadi, keputusan BI menaikkan suku bunga acuan menjadi 6% telah memperlebar jarak dengan suku bunga acuan AS. Paling tidak, risiko tingkat capital outflow diharapkan bisa direduksi dan nilai rupiah kembali menguat.

Apa hanya karena AS?

Keputusan BI menaikkan suku bunga acuan tentu bukan semata-mata karena kebijakan AS.

Mengutip rilis hasil RDG BI, ada berbagai pertimbangan sebelum menetapkan suku bunga acuan, di antaranya kondisi ekonomi global, pertumbuhan ekonomi domestik dan daya tahan terhadap dampak rambatan global, kinerja neraca pembayaran Indonesia, tingkat inflasi, kondisi perbankan, serta kondisi lainnya.

Keputusan BI menaikkan suku bunga baru-baru ini terjadi setelah berhasil bertahan sejak Januari 2023. Dalam kurun waktu itu, Federal Reserve sudah 4 kali menaikkan suku bunga acuannya.

Pelindungan Daya Beli Masyarakat

Semua kebijakan terkait suku bunga acuan tentu akan memberi dampak kepada masyarakat, terutama dari aspek daya beli. Maka dari itu, perlu ada langkah-langkah yang diambil untuk melindungi daya beli masyarakat.

International Monetary Fund dalam kajiannya yang bertajuk “Higher-for-Longer Interest Rate Environmentis Squeezing More Borrowers” menekankan mulai munculnya tren suku bunga tinggi dalam jangka panjang (higher for longer).

Pihak yang paling terdampak dari tren tersebut adalah para debitur rumah tangga di sektor properti. Mereka akan terbebani pembayaran angsuran yang semakin berat.

Kondisi di Indonesia sebenarnya tidak terlalu berbeda. Berdasarkan Survei Perbankan BI, permintaan kredit konsumsi tertinggi berasal dari Kredit Perumahan Rakyat dan Kredit Pemilikan Apartemen.

Untuk menyikapi kondisi tersebut, BI bersamaan dengan kebijakan kenaikan suku bunga acuan juga tetap mempertahankan pelonggaran kredit properti paling tinggi 100% (loan to value).

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Wisuda TK Lengkap dengan Toga dan Lainnya, Belebihan?
Wisuda TK Lengkap dengan Toga dan Lainnya, Belebihan?
Kata Netizen
Jika Kita Tinggal di Rumah Subsidi Seluas 14 Meter Persegi
Jika Kita Tinggal di Rumah Subsidi Seluas 14 Meter Persegi
Kata Netizen
Kini Naik Bus dari Bogor ke Jakarta Kurang dari 'Goceng'
Kini Naik Bus dari Bogor ke Jakarta Kurang dari "Goceng"
Kata Netizen
Diet Saja Tak Cukup untuk Atasi Perut Buncit
Diet Saja Tak Cukup untuk Atasi Perut Buncit
Kata Netizen
Bisakah Berharap Rusun Bebas dari Asap Rokok?
Bisakah Berharap Rusun Bebas dari Asap Rokok?
Kata Netizen
Mencari Kandidat Pengganti Nasi, Sorgum sebagai Solusi?
Mencari Kandidat Pengganti Nasi, Sorgum sebagai Solusi?
Kata Netizen
Perang Ego, Bisakah Kita Menghentikannya?
Perang Ego, Bisakah Kita Menghentikannya?
Kata Netizen
Berpenampilan Menarik, Bisa Kerja, dan Stereotipe
Berpenampilan Menarik, Bisa Kerja, dan Stereotipe
Kata Netizen
Jelang Bagikan Rapor, Wali Murid Boleh Beri Hadiah?
Jelang Bagikan Rapor, Wali Murid Boleh Beri Hadiah?
Kata Netizen
Delayed Gratification, Dana Pensiun, dan Masa Tua
Delayed Gratification, Dana Pensiun, dan Masa Tua
Kata Netizen
Memaknai Idul Kurban dan Diplomasi Kemanusiaan
Memaknai Idul Kurban dan Diplomasi Kemanusiaan
Kata Netizen
Sudah Sejauh Mana Pendidikan Kita Saat Ini?
Sudah Sejauh Mana Pendidikan Kita Saat Ini?
Kata Netizen
Masihkah Relevan Peran dan Tugas Komite Sekolah?
Masihkah Relevan Peran dan Tugas Komite Sekolah?
Kata Netizen
Masa Muda Sejahtera dan Tua Bahagia, Mau?
Masa Muda Sejahtera dan Tua Bahagia, Mau?
Kata Netizen
Jebakan Frugal Habit, Sudah Mencoba Hemat Tetap Saja Boncos
Jebakan Frugal Habit, Sudah Mencoba Hemat Tetap Saja Boncos
Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau