Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Rekam jejak si mahasiswa sudah ada di tangannya. Beberapa kali pertemuan saja, biasanya sudah bisa menyimpulkan batas kemampuan akademik korbannya.
"Jangan pernah membuka pintu bagi kejahatan yang kecil, karena kejahatan yang lebih besar dan yang lainnya akan silih berganti menyelinap setelah itu" - Baltasar Gracia
Posisi Korban Lemah
Perempuan adalah makhluk yang paling sering menjadi korbannya. Komnas Perempuan menyebutkan terdapat 67 kasus kekerasan pada perempuan di lingkungan pendidikan sejak tahun 2015-2021. Kekerasan seksual menempati urutan tertinggi, sebanyak 87,91%.
Posisi korban yang lemah, membuat mereka tak berdaya. Ketakutan tidak diluluskan oleh sang dosen, atau mendapatkan nilai yang rendah, membuat mereka nyaris tidak mampu melawan. Rasa malu karena dilecehkan dan juga tidak tahu harus mengadu kemana, tak urung membuat korban frustrasi.
Predator yang berada pada posisi dominan akan dengan mudah memberikan intimidasi terhadap korban yang berada pada posisi sub dominan.
Intimidasi bisa disertai dengan iming-iming tertentu. Ya itu tadi, membantu membuatkan karya ilmiah, meluluskan mahasiswa dengan nilai tinggi dan lain sebagainya.
Setiap pelanggaran yang berkaitan dengan kejahatan sexual di kampus, belum termuat secara jelas dalam kebijakan, norma atau tolok ukur yang ada.
Akibatnya, pada saat kasus terjadi, institusi akan kesulitan untuk menentukan langkah yang harus diambil, terhadap korban, maupun terhadap pelaku.
Permendikbudristek Nomor 30/2021 telah mengatur pencegahan dan penanganan kekerasan sexual di lingkungan Perguruan tinggi. Sanksi akademik atau sanksi pidana akan dikenakan dengan ketentuan tertentu.
Perguruan Tinggi yang tidak melakukan pencegahan dan penanganan terhadap kasus seperti ini dapat diturunkan status akreditasinya dan bisa tidak mendapatkan bantuan sarana prasarana dari Kementerian.
Selain karena lemahnya regulasi, kejahatan sexual di lingkungan kampus terjadi karena adanya pembiaran yang terjadi secara sengaja atau tidak sengaja.
Untuk itu pencegahan perlu dilakukan, untuk memberikan perlindungan kepada korban dan calon korban. Kebijakan serta pedoman pencegahan dan penanganan kekerasan sexual di lingkup kampus harus dibuat.
Selain itu, satuan tugas perlu dibentuk. Satgas terdiri dari unsur pendidik, tenaga kependidikan dan unsur mahasiswa di dalamnya. Selain agar korban mendapatkan perlindungan dan pelayanan, Satgas juga memiliki tugas untuk memastikan bahwa tidak ada unsur kekerasan sexual di dalam lingkup kampus yang menjadi tugas dan tanggungjawabnya.
Batasi pertemuan antara mahasiswa dengan dosen atau tenaga kependidikan di luar jam operasional kampus atau di luar area kampus. Hal ini dilakukan untuk mencegah peluang terjadinya pelecehan sexual pada korban. Ingat, kejahatan bisa terjadi karena kesempatan, bukan?
Menyediakan layanan aduan. Kampus diwajibkan untuk memiliki layanan aduan, terutama untuk mereka yang mengalami kekerasan sexual. Jaminan keamanan serta identitas yang dirahasiakan menjadi bagian yang perlu diutamakan dalam hal ini.
Ini dimaksudkan agar pelapor bebas menyampaikan keluhannya, tanpa takut diintimidasi oleh pihak manapun dan mendapatkan bantuan sesegera mungkin.
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Joki Ilmiah dan Praktik Pelecehan di Kampus"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.