Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Sisa makan hari Senin dimasukkan ke komposter A. Jika komposter A penuh sampah organik di hari Senin, maka sisa makanan hari Selasa masukkan ke komposter B. Tapi jika komposter A belum penuh di hari Senin, maka sampah makanan hari Selasa bisa dimasukkan ke komposter A.
Siklus hari dan wadah komposter yang dipakai, jika sesuai maka seperti ini:
Sampah organik Senin ke komposter A.
Sampah organik Selasa ke komposter B.
Sampah organik Rabu ke komposter C.
Sampah organik Kamis ke Komposter D.
Sampah organik Jumat ke Komposter E.
Sampah organik Sabtu ke Komposter F.
Hari Minggu, komposter A sudah bisa diambil isinya untuk diproses lanjutan jadi pupuk organik. Kemudian sampah organik hari Senin selanjutnya sudah bisa masuk komposter A lagi.
Saat komposter A diisi sampah organik, di hari yang sama, komposter B harus dikuras isinya untuk diproses lanjutan jadi pupuk organik juga. Dan begitu terus siklusnya.
Sampah organik yang masuk komposter dalam waktu 6 hari sudah terproses dekomposisi. Dengan catatan, mikroba dekomposernya benar dan kompos suplemennya tepat.
Tiga unsur itu satu paket dalam proses komposting. Jika salah satu dari unsur itu tidak ada, jangan harap proses komposting singkat 6 hari itu akan berjalan baik.
Proses komposting selama 6 hari tentu tidak bisa sempurna. Maka harus diproses lanjutan supaya bisa dimanfaatkan jadi pupuk. Tapi setidaknya, dengan sistem itu sekolah tidak bergantung pada petugas sampah dan tidak menyumbang sampah makin menggunung di TPA.
Nah, melihat contoh proses dan siklus pengelolaan sampah organik tersebut, maka yang harus disiapkan sekolah bukan hanya infrastruktur pemilahan dan pengolahan sampah saja. Tapi juga harus menyiapkan personel yang konsisten mengelola sampah organik itu.
Karena kalau tidak, ya sama juga bohong. Karena proses siklus penggunaan komposter tidak bisa berjalan tanpa bantuan manusia. Sebab, sampah di komposter tidak bisa keluar sendiri.
Bukan hanya itu, antar sekolah atau dinas pendidikan setempat juga harus mengintegrasikan pengelolaan sampah antar sekolah.
Sampah organik yang dikeluarkan dari komposter yang ada di sekolah-sekolah harus diolah lanjutan supaya bisa dimanfaatkan jadi pupuk ber-SNI 19-7030-2004: Kompos Organik Berbahan Sampah Domestik.
Pengolahan lanjutan sampah organik itulah yang menyempurnakan proses komposting sampah sisa makan siang gratis tersebut.
Instalasi ini juga diperlukan mesin cacah sampah organik, mesin ayak, dan peralatan produksi sampah organik menjadi kompos atau pupuk organik. Diperlukan orang juga untuk bekerja memproses.
Hasil akhir dari pengelolaan dan pengolahan sampah organik adalah pupuk atau kompos organik yang bisa dipakai lagi untuk pertanian, perkebunan, dan kehutanan. Jadi, sampah tidak dibuang sia-sia tapi menjadi bahan baku daur ulang biologis.