Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagas Kurniawan
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Bagas Kurniawan adalah seorang yang berprofesi sebagai Auditor. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Talenan Plastik, Talenan Kayu, dan Keamanan Pangan

Kompas.com - 30/11/2024, 11:11 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Oke, kita sudah berkenalan sedikit mengenai standar keamanan pangan yang digunakan di industri pangan.

Lalu, saya ingin mengajak kita semua untuk membahas hal yang saya jelaskan di awal, mengenai polemik bahan talenan yang digunakan untuk industri jasa boga (restoran).

Topik ini muncul akibat ada seorang praktisi di sebuah restoran yang menyatakan bahwa talenan plastik dipilih karena lebih aman dan apabila serpihannya masuk ke dalam tubuh, maka dapat dikeluarkan dalam bentuk kotoran, sama seperti ketika kita memakan biji buah.

Seperti yang kita ketahui, saat ini isu mikroplastik sedang meningkat karena mikroplastik tersebut dapat mengancam kesehatan manusia.

Mikroplastik itu sendiri berukuran sangat kecil dan diketahui dapat masuk ke dalam peredaran darah. Sesuai dengan namanya, bahwa ukuran serpihan plastik ini berukuran mikro, hingga sulit dilihat dengan kasat mata. 

Maka dari itu, miktroplastik ini dapat dikategorikan sebagai kontaminan pada wadah yang bersentuhan pada makanan, karena ya talenan ini digunakan untuk memotong bahan mentah atau bahkan makanan yang sudah matang.

Lalu apa yang menjadi pro dan kontra dari kasus ini? Sebenarnya, dalam standar keamanan pangan itu tidak secara gamblang menyebutkan bahwa talenan yang baik itu dari plastik.

Alasan sebenarnya penggunaan talenan plastik adalah talenan plastik dapat diberi warna yang berbeda, mengikuti fungsi dan penggunaannya. Pewarnanya pun dapat menggunakan pewarna makanan sehingga aman digunakan.

Kalau talenan kayu, tidak bisa diwarnai, kalau pun diwarnai, mau tidak mau menggunakan cat kayu yang tentu saja tidak food grade.

Oleh karena itu, penggunaan talenan plastik menjadi "standar" praktis yang disarankan oleh auditor karena sudah ada pembeda yang mampu mencegah terjadinya kontaminasi silang saat menangani produk pangan.

Seperti yang pernah kita lihat, bahwa setiap warna yang diberikan pada talenan plastik itu memiliki tujuan dan fungsinya tersendiri: 

  • Warna merah digunakan untuk memotong daging merah mentah
  • Kuning untuk daging unggas mentah
  • Hijau untuk sayuran
  • Biru untuk produk ikan
  • Cokelat untuk makanan yang sudah matang atau roti
  • Putih untuk produk turunan susu contohnya keju. 

Perbedaan warna itu yang pada akhirnya menjadi penanda bahwa apabila kita ingin menangani produk pangan baik itu mentah atau pun yang sudah matang, maka kita wajib menggunakan talenan sesuai warnanya.

Sayangnya, kalau kayu tidak bisa seperti itu, sehingga untuk mempermudahnya, kini banyak yang menggunakan talenan plastik. Selain itu, harga dari talenan kayu dirasa cukup mahal menjadi pertimbangan untuk menekan biaya operasional. 

Lalu Bagaimana Solusi Mengenai Kasus Ini?

Saya pribadi, berpendapat bahwa mau itu menggunakan kayu atau pun plastik, tidak menjadi sebuah permasalahan asalkan pelaku usaha mampu mengendalikan, mengawasi, dan menerapkan aspek-aspek keamanan pangan sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Cerita dari Subang, tentang Empang dan Tambak di Mana-mana

Cerita dari Subang, tentang Empang dan Tambak di Mana-mana

Kata Netizen
Benarkan Worklife Balance Sekadar Ilusi?

Benarkan Worklife Balance Sekadar Ilusi?

Kata Netizen
Langkah-langkah Memulai Usaha di Industri Pangan

Langkah-langkah Memulai Usaha di Industri Pangan

Kata Netizen
Urbanisasi, Lebaran, dan 'Bertahan' di Jakarta

Urbanisasi, Lebaran, dan "Bertahan" di Jakarta

Kata Netizen
Proses Baru Karantina di Indonesia, Apa Dampaknya?

Proses Baru Karantina di Indonesia, Apa Dampaknya?

Kata Netizen
Tren Vlogger Kuliner, antara Viralitas dan Etis

Tren Vlogger Kuliner, antara Viralitas dan Etis

Kata Netizen
Kebijakan Tarif Trump dan Tantangan ke Depan bagi Indonesia

Kebijakan Tarif Trump dan Tantangan ke Depan bagi Indonesia

Kata Netizen
Film 'Jumbo' yang Hangat yang Menghibur

Film "Jumbo" yang Hangat yang Menghibur

Kata Netizen
Perang Dagang, Amerika Serikat Menantang Seluruh Dunia

Perang Dagang, Amerika Serikat Menantang Seluruh Dunia

Kata Netizen
Apa Kaitan antara Penderita Diabetes dan Buah Mangga?

Apa Kaitan antara Penderita Diabetes dan Buah Mangga?

Kata Netizen
Tiba-tiba Emas Ramai Dibeli, Ada Apa Ini?

Tiba-tiba Emas Ramai Dibeli, Ada Apa Ini?

Kata Netizen
Kembalinya Fitrah Guru Mengajar Setelah Ramadan

Kembalinya Fitrah Guru Mengajar Setelah Ramadan

Kata Netizen
Titiek Puspa dan Karyanya Tak Lekang Waktu

Titiek Puspa dan Karyanya Tak Lekang Waktu

Kata Netizen
'Selain Donatur Dilarang Mengatur', untuk Siapa Pernyataan Ini?

"Selain Donatur Dilarang Mengatur", untuk Siapa Pernyataan Ini?

Kata Netizen
Kenapa Mesti Belajar Menolak dan Bilang 'Tidak'?

Kenapa Mesti Belajar Menolak dan Bilang "Tidak"?

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau