Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Belajar tak harus sendiri. Kolaborasi antara guru dapat menjadi sarana powerful untuk tumbuh bersama. Sudah ada forum KKG/MGMP, komunitas belajar (kombel), bahkan grup-grup daring yang bisa menjadi ruang diskusi dan berbagi praktik baik.
Seorang guru (hebat) tidak merasa cukup dengan apa yang telah dimiliki. Ia selalu merasa lapar akan ilmu, haus akan pengalaman, dan rendah hati dalam menerima masukan dan kritik yang membangun.
Jangan malu untuk belajar dari guru lain yang lebih muda misalnya. karena usia bukan penentu kompetensi. Justru, pertukaran perspektif lintas generasi bisa menghasilkan inovasi yang luar biasa dalam pembelajaran.
Di Semester Genap ini mari kita mulai dengan niat baru. Jadikan setiap langkah di sekolah dan pembelajaran sebagai bentuk ibadah. Jadikan setiap pertemuan dengan siswa sebagai ruang pengabdian dan pemberdayaan.
Refleksi diri bukan hal yang klise. Ia adalah kunci menuju perbaikan dan pertumbuhan. Luangkan waktu untuk bertanya pada hati. Apakah saya sudah menjadi guru yang pantas diteladani?
Profesionalisme guru tidak hanya ditunjukkan lewat presensi atau laporan administrasi. Ia terlihat dari cara menyambut murid di pagi hari, dari kesabaran saat menjelaskan materi, hingga kejujuran dalam semua aspek.
Jangan biarkan rutinitas menumpulkan semangat. Setiap hari di sekolah adalah kesempatan baru untuk membangun mimpi diri dan siswa. untuk membentuk masa depan bangsa dan memperbaiki diri secara personal.
Berhentilah mengeluh tentang sistem, kebijakan, atau kurikulum. Sebab di tengah keterbatasan pun guru tetap bisa menciptakan ruang belajar yang penuh makna. Kuncinya adalah kemauan, kreativitas dan ketulusan.
Tak perlu menunggu sempurna untuk memulai kebaikan. Satu senyum tulus pada siswa hari ini bisa membuka pintu komunikasi. Satu pujian kecil bisa membangun kepercayaan diri mereka yang (mungkin) sedang rapuh.
Jadikan sekolah sebagai ruang penuh harapan, bukan tempat yang menakutkan. Ciptakan atmosfer yang inklusif, ramah anak, dan menghargai keberagaman dan toleransi.
Di era digital dan media sosial, guru juga dituntut melek literasi digital. Bukan hanya mampu menggunakan perangkat tapi juga bijak menyaring informasi dan mengedukasi siswa tentang etika bersosial media.
Menjadi guru di era kekini bukan perkara mudah, tetapi di situlah letak kemuliaannya. Karena ketika dunia semakin kompleks, kehadiran guru yang berintegritas menjadi semakin dibutuhkan.
Mari biasakan menyapa murid dengan nama, mendengarkan mereka dengan empati, dan memberi ruang bagi mereka untuk bersuara. Ini bukan hanya soal metode, tetapi wujud penghargaan terhadap kemanusiaan.
Jika Ramadan adalah madrasah maka pasca-Lebaran adalah saatnya mengamalkan pelajaran. Sabar, jujur, disiplin, rendah hati, dan penuh kasih adalah nilai-nilai yang harus terus hidup dalam praktik mengajar dan pendidikan karakter sehari-hari.
Sejatinya tak ada guru yang sempurna. Yang ada hanyalah setiap guru bisa berproses menjadi lebih baik. Guru-guru yang tak membiarkan kesalahan masa lalu menghalangi langkah ke depan. Bangkit, belajar, dan bergerak maju.