
Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Tapi rencana tak selalu mulus, harapan menikah nyatanya tinggal harapan. Ada masalah yang muncul, menggagalkan rencana baik tersebut. Setelahnya, butuh waktu lumayan lama untuk move on.
Ada rasa nelangsa bergelayut, saya seperti orang paling menderita sedunia. Sebagai pelarian, saya sempat bekerja di dua tempat.
Pagi jaga counter, sore kuliah, dan malam siaran Radio di Surabaya. Demikian berlangsung sampai lulus kuliah, mengenakan toga diwisuda.
Tahu- tahu, saya sudah masuk umur seperempat abad. Artinya target menikah tiba, sementara calon belum tampak batang hidungnya. Ya, jodoh sudah diatur tapi manusia musti turut campur.
Jodoh Sudah Diatur tapi Manusia Musti Turut Campur
Melampaui umur duapuluh lima, saya sempat naksir anak magang di kantor media. Umurnya empat tahun lebih muda, dan tampak merespon niat baik saya. Beberapa kali minta diantar pulang, ke rumah kakak yang ditumpanginya.
Mula- mula ditemui kakak, kemudian diajak makan bareng keluarga. Dengan mobil kami ke sebuah rumah makan, ngobrol berbagi cerita ngalor ngidul.
Entah, apa yang mereka bicarakan selepas acara malam itu. Keesokan harinya, perempuan ditaksir mundur teratur. Bicaranya mulai menyebalkan, tingkahnya juga tak menyenangkan.
Sama seperti kejadiaan saat kuliah, saya dibuat merana berhari- hari. Untuk mengalihkan pikiran suntuk, saya menyibukkan diri dengan banyak kegiatan. Saat itu saya aktif berkesenian, dengan teman- teman di Taman Budaya Cak Durasim Surabaya.
Kemudian kesempatan datang, saya diterima bekerja di media iklan di Jakarta. Belum genap sepuluh tahun, saya hengkang dari kota Pahlawan. Kota yang telah menempa fisik dan mental, sehingga menjadi lebih kuat.
***
Mendekati umur tigapuluh tahun, ibu berubah menjadi manusia paling cerewet. Mendorong saya segera menikah, agar saat punya anak tidak ketuaan.
Sejujurnya, saya pribadi juga sangat ingin menikah. Pun usaha juga tak henti, buktinya gagal dan gagal lagi. Apa daya manusia, benar adanya bahwa jodoh sudah diatur.
Mendekati kepala tiga, usaha semakin maksimal. Mengerahkan segenap upaya dan cara, baik secara lahir maupun batin.
Upaya yang sama, pernah dikerahkan selama pencarian di Surabaya. Saya semakin gencar, minta bantuan teman kost, ibu kost, teman kantor.