Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Rencana pemberlakuan Eletronic Road Pricing (ERP) atau jalan berbayar elektronik di sejumlah ruas jalan di Jakarta, sebenarnya bukanlah hal baru.
Pada tahun 2014 lalu, Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) sudah pernah melakukan uji coba aturan ERP atau jalan berbayar ini.
BPTJ waktu itu menargetkan pemberlakuan sistem ERP ini akan berjalan secara penuh pada tahun 2015.
Namun rencana tinggal lah sebuah rencana, pada pratiknya rencana permberlakukan ERP ini tidak berjalan dengan lancar. Mesin ERP yang terpasang di sejumlah ruas jalan seperti di depan Gedung Setiabudi One seakan hanya jadi pajangan belaka.
Beru-baru ini tepatnya akhir tahun 2022 lalu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kembali menggulirkan rencana pemberlakuan ERP di sejumlah ruas jalan di Jakarta. Tujuannya masih sama, yakni sebagai upaya mengurangi tingkat kemacetan di Jakarta.
Melihat rencana yang telah memakan waktu lama, dan belum diberlakukan tentu saja menimbulkan pertanyaan-pertanyaan, khususnya bagi masyarakat yang bakal menggunakan jalur jalan berbayar tersebut.
Rencana pemberlakuan ERP di sejumlah ruas jalan di Jakarta tak hanya memunculkan pro dan kontra di masyarakat, tapi juga menimbulkan banyak pertanyaan.
Pasalnya, rencana ini telah cukup lama digulirkan namun hingga kini belum juga berhasil terealisasikan. Akibatnya, mayoritas masyarakat jadi skeptis dengan berbagai rencana dari pemerintah terkait mengurangi kemacetan di Jakarta.
Berbagai upaya sebenarnya terlah dilakukan pemerintah Jakarta untuk mengurangi tingkat kemacetan di jalan. Pada masa pemerintahan Gubernur Sutiyoso pernah diberlakukan aturan 3 in 1 bagi setiap kendaraan pribadi (mobil) yang melintas di sejumlah ruas jalan.
Aturan ini mengharuskan pengendara mobil pribadi mengangkut setidaknya 3 orang penumpang jika ingin melewati ruas jalan tertentu.
Namun, bukan kemacetan yang berkurang tetapi malah memunculkan ide bisnis baru bagi sejumlah masyarakat yang mengambil kesempatan dengan menawarkan jasa joki 3 in 1.
Aturan 3 in 1 ini pada tahun 2016 akhirnya ditiadakan dan digantikan oleh aturan ganjil-genap pada masa pemerintahan Gubernur Basuki Tjahja Purnama.
Kebijakan ganjil-genap ini mengharuskan kendaraan pribadi yang memiliki plat nomor ganjil hanya boleh melintasi jalan tertentu pada tanggal ganjil, begitu pula dengan kendaraan yang meiliki plat nomor genap hanya boleh melintas pada tanggal genap.
Selain itu berbagai upaya perluasan fasilitas pun dilakukan pemerintah. Pembangunan MRT, pengadaan dan penambahan armada Transjakarta, serta pelarangan angkutan publik tertentu melintas di jalur protokol.
Tak hanya itu, pembangunan jalan layang pun dilakukan dalam kaitannya dengan upaya mengatasi kemacetan lalu lintas di Jakarta.