Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul ""Black Panther: Wakanda Forever", Sebuah Warisan yang Disajikan Secara Emosional"
Selama kurang lebih satu dekade perjalanan MCU, tak dapat dimungkiri bahwa film pertama Black Panther (2018) sukses memberikan warna baru yang membuat film itu dicintai banyak orang.
Alasannya bukan hanya karena Black Panther pertama mengemas berbagai macam isu global seperti rasisme dan feminisme dengan apik, akan tetapi juga berhasil menjadi film superhero yang seimbang dari kedalaman cerita dan pernak-pernik superhero yang diidamkan fans.
Alhasil, jargon “Wakanda Forever” dan “Yibambe” sangat melekat di ingatan bahkan menjadi salah satu hal yang ikonik dari franchise Black Panther ini.
Kepergian Chadwick Boseman beberapa tahun setelah Black Panther pertama tayang dan mendulang sukses, otomatis membuat banyak fans Marvel khususnya Black Panther sedih.
Hal ini karena tak mudah kehilangan seorang aktor yang karakternya sudah begitu melekat dalam sebuah film dan bahkan berhasil menghidupkan harapan akan masa depan franchise Black Panther.
Maka tak heran bila akhirnya baik Disney maupun Marvel tetap bersikeras untuk tidak berusaha mencari pengganti sosok Chadwick sebagai pemeran karakter T’Challa.
Tentu keputusan Disney dan Marvel tersebut menimbulkan berbagai tanggapan pro dan kontra dari banyak fans. Apalagi mengingat Letitia Wright yang memerankan tokoh Shuri akan memiliki porsi yang lebih banyak di dalam Black Panther masa depan.
Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi MCU, bagaimana caranya agar perkenalan karakter baru dengan tak adanya T’Challa dan memperlihatkan peran penting Shuri bisa terjalin dengan apik di Black Panther: Wakanda Forever.
Black Panther: Wakanda Forever terasa sangat personal dan berhasil menjadi sebuah penghormatan yang luar biasa untuk sosok Chadwick Boseman.
Bagi saya film ini berhasil meneruskan seri sebelumnya yang merupakan sebuah warisan dan sukses membuat franchise Black Panther sekaligus MCU secara keseluruhan tetap berlanjut.
Dari menit pertama film ini dimulai, adegan yang penuh emosional langsung disajikan kepada penonton. Hal ini seakan memang sengaja disajikan sebagai “moment of silent” untuk mengenang kepergian T’Challa (Cadwick Boseman) sebagai jagoan dari Wakanda.
Bahkan, sepanjang film beberapa kali mata saya dibuat berkaca-kaca karena begitu banyak adegan yang mengusik emosi para penonton.
Oleh karenanya, saya pribadi angkat topi untuk Ryan Coogler sebagai sutradara yang berhasil memberikan sentuhan minimalis namun terasa begitu magis bagi penonton.
Selain adegan-adegan yang emosional, Wakanda Forever ini masih berkutat dengan cerita tentang arti kepahlawanan, memaknai arti kemanusiaan, perlawanan terhadap kolonialisme modern, dan tentu kritikan terhadap isu global yang terjadi saat ini.