Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Septian Ananggadipa
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Septian Ananggadipa adalah seorang yang berprofesi sebagai Auditor. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Apa Alasan di Balik Sistem Perbankan Global yang Bergantian Ambruk?

Kompas.com - 06/04/2023, 16:28 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Alhasil, fungsi penyaluran kredit menjadi pedang bermata dua bagi sistem ekonomi. Pada satu sisi, penyaluran kredit akan mendorong produktivitas sektor usaha.

Namun, di sisi lain jika tidak dikelola dengan benar maka akan mendorong kesenjangan sosial atau invequality. Artinya, pengusaha kaya akan semakin mudah mendapatkan tambahan modal dengan bunga rendah, sementara pengusaha kecil akan dibebani bunga tinggi atau bahkan terjebak kredit konsumtif.

Dengan memahami beberapa konsep diatas, sebesar apapun sebuah bank jika nasabah berbondong-bondong menarik dananya, tentu akan berpotensi kolaps.

Credit Suisse

Kondisi krisis likuiditas hingga berujung bangkrut dialami oleh SVB dan Signature Bank, yang tidak mampu memenuhi penarikan dana nasabahnya.

Eksposur masalah lebih jumbo lagi dialami Credit Suisse (CS), bank berskala global ini kesulitan likuiditas hingga harus meminjam USD 54 miliar atau sekitar Rp800 triliun ke bank sentral Swiss.

Nasib bank yang telah berdiri selama 167 tahun ini bahkan harus berakhir diakuisisi oleh rival senegaranya yaitu UBS, demi mencegah kepanikan nasabah meluas.

Sejatinya Credit Suisse sudah cukup lama mengalami penurunan bisnis, bahkan pada tahun 2015 s.d. 2017 mengalami kerugian berturut-turut.

Pada 2021 dan 2022 ini juga CS mengalami loss sangat dalam hingga CHF 7.293 juta. Belum lagi berbagai skandal manajemen yang hampir setiap tahun menghinggapi CS seperti skandal espionase tahun 2020, kerugian investasi di Greensill dan Archegos di 2021, hingga kasus pencucian uang di 2022.

Laporan keuangan CS tahun 2022 juga disematkan opini Adverse Opinion (Tidak Wajar) oleh KAP-nya yaitu PWC. Sederet kesalahan itulah yang membuat Credit Suisse "dihukum berat" oleh pelaku pasar.

UBS yang mengakuisisi CS pun "hanya" mau membayar sekitar sekitar USD 3,2 miliar, padahal kapitalisasi pasar CS sebelum kasus ini masih sekitar USD 7 miliar.

Alhasil setelah pengumuman UBS tersebut, harga saham CS langsung ambles 55% dalam sehari. Padahal kapitalisasi pasar Credit Suisse dahulu pernah menembus USD 87 miliar di tahun 2007, kini dihargai USD 3,2 miliar. Luar biasa dampaknya jika nasabah sudah kehilangan kepercayaan pada sebuah bank.

Industri perbankan global kini mengalami periode yang sulit, terutama sejak Global Financial Crisis tahun 2008 yang meruntuhkan Lehmann Brothers.

Apalagi The Fed memberi sinyal akan melakukan berbagai cara untuk menjaga stabilitas ekonomi AS, termasuk "mencetak uang" lagi untuk memberi suntikan likuiditas ke industri perbankan.

Jika terjadi dalam waktu yang panjang, printing money US Dollar tentu saja akan menimbulkan gejolak serius di ekonomi global.

Bukan tidak mungkin, di masa depan industri perbankan akan mengalami disrupsi yang besar setelah mengalami badai krisis kepercayaan ini.

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Bergantian Ambruk, Apa yang Terjadi Pada Sistem Perbankan Global?"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Cerita dari Subang, tentang Empang dan Tambak di Mana-mana

Cerita dari Subang, tentang Empang dan Tambak di Mana-mana

Kata Netizen
Benarkan Worklife Balance Sekadar Ilusi?

Benarkan Worklife Balance Sekadar Ilusi?

Kata Netizen
Langkah-langkah Memulai Usaha di Industri Pangan

Langkah-langkah Memulai Usaha di Industri Pangan

Kata Netizen
Urbanisasi, Lebaran, dan 'Bertahan' di Jakarta

Urbanisasi, Lebaran, dan "Bertahan" di Jakarta

Kata Netizen
Proses Baru Karantina di Indonesia, Apa Dampaknya?

Proses Baru Karantina di Indonesia, Apa Dampaknya?

Kata Netizen
Tren Vlogger Kuliner, antara Viralitas dan Etis

Tren Vlogger Kuliner, antara Viralitas dan Etis

Kata Netizen
Kebijakan Tarif Trump dan Tantangan ke Depan bagi Indonesia

Kebijakan Tarif Trump dan Tantangan ke Depan bagi Indonesia

Kata Netizen
Film 'Jumbo' yang Hangat yang Menghibur

Film "Jumbo" yang Hangat yang Menghibur

Kata Netizen
Perang Dagang, Amerika Serikat Menantang Seluruh Dunia

Perang Dagang, Amerika Serikat Menantang Seluruh Dunia

Kata Netizen
Apa Kaitan antara Penderita Diabetes dan Buah Mangga?

Apa Kaitan antara Penderita Diabetes dan Buah Mangga?

Kata Netizen
Tiba-tiba Emas Ramai Dibeli, Ada Apa Ini?

Tiba-tiba Emas Ramai Dibeli, Ada Apa Ini?

Kata Netizen
Kembalinya Fitrah Guru Mengajar Setelah Ramadan

Kembalinya Fitrah Guru Mengajar Setelah Ramadan

Kata Netizen
Titiek Puspa dan Karyanya Tak Lekang Waktu

Titiek Puspa dan Karyanya Tak Lekang Waktu

Kata Netizen
'Selain Donatur Dilarang Mengatur', untuk Siapa Pernyataan Ini?

"Selain Donatur Dilarang Mengatur", untuk Siapa Pernyataan Ini?

Kata Netizen
Kenapa Mesti Belajar Menolak dan Bilang 'Tidak'?

Kenapa Mesti Belajar Menolak dan Bilang "Tidak"?

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau