Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Salah satu hal yang menyebabkan seseorang mengalami besar pasak daripada tiang adalah karena tidak memiliki kemampuan manajemen keuangan yang baik. Akibatnya, pengeluarannya selalu lebih besar ketimbang penghasilannya.
Jalan pintas yang ditempuh oleh orang-orang seperti ini pada umumnya adalah dengan meminjam uang secara online.
Padahal, Pinjalam Online alias pinjol justru memberatkan orang yang meminjam karena bunga yang besar dan cara penagihannya yang membuat tidak nyaman.
Beberapa tahun lalu, saya membaca berita soal anak yang meminjam uang lewat pinjol sebesar Rp2,5 juta namun dana itu berubah menjadi Rp104 juta akibat bunga yang sangat besar dan tak masuk akal.
Jika saya berada di posisi yang sama, tentu saya akan sangat stres dan pusing. Bagaimana bisa pinjaman yang awalnya hanya Rp2,5 juta bisa menjadi Rp104 juta. Apalagi ditambah si penagih yang kerap meneror dan memberikan ancaman.
Tentu hal itu akan sangat membuat tak tenang, berada di rumah pun menjadi tak nyaman dan selalu merasa waswas.
Situasi seperti ini tentu akan membuat seseorang semakin jauh dari perasaan bahagia. Padahal, hal ini berangkat dari kesalahan diri sendiri yang tergiur mendapatkan pinjalan demi memenuhi kebutuhan kita.
Kesalahan seperti ini kerap dialami banyak anak muda, penyebabnya adalah karena mereka tidak bisa mengatur keuangan dengan baik. Mereka merasa apa yang ia dapat harus digunakan saat itu juga tanpa mempertimbangkan kondisi lainnya di kemudian hari.
Kebahagian sebenarnya bisa diciptakan oleh diri sendiri. Bahagia karena bisa melakukan hobi yang disuka, bahagia punya aset di masa depan,bahagia karena bebas utang, dan lain sebagainya.
Namun ironisnya di masa kini justru kebahagiaan jadi mudah hilang karena sesuatu yang kerap disebut sebagai standar gaya hidup.
Ada yang berutang di pinjol demi bisa membeli barang yang diincar demi bisa menunjukkan pada orang lain, ada yang tidak ingin terlihat susah di mata orang lain, atau ada juga yang terlalu mementingkan penilaian orang lain.
Hal-hal seperti itu akhirnya membuat seseorang jauh dari perasaan bahagia yang sebenarnya. Bahagia yang ia terima dengan hal-hal tadi adalah kebahagiaan semu.
Jadi, apakah kita masih mau mengikuti hal yang dijuluki standar gaya hidup dan membuat kita jauh dari kebahagiaan yang sesungguhnya?
Apapun itu, kembalikan lagi ke diri masing-masih. Kalau saya, sih, jelas tidak mau.
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Standar Gaya Hidup Zaman Kini Jadi Jurang Kebahagiaan, Benarkah?"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.