Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Salah satu strategi tersebut sebagaimana diamanatkan dalam pasal 24 UU SDA adalah melalui konservasi sumber daya air, yakni ditujukan untuk menjaga kelangsungan keberadaan, daya dukung, daya tampung, dan fungsi sumber daya air.
Konservasi sumber daya air dilakukan dengan mengacu pada rencana pengelolaan sumber daya air melalui kegiatan perlindungan dan pelestarian sumber air, pengawetan air; pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.
Terkait pelaksanaan konservasi sumber daya air ini dilakukan baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Upaya konservasi sumber daya air mutlak dilakukan terhadap semua faktor yang memengaruhi akses sumber daya air.
Berangkat dari kenyataan bahwa terdapat wilayah di Indonesia yang masuk dalam zona merah adalah bukti bahwa krisis air menjadi ancaman serius terhadap keberlangsungan fungsi air bagi kehidupan manusia dan lingkungan.
Walaupun dalam UU, tugas konservasi sumber daya air dilakukan oleh pemerintah pusat maupun daerah, namun tetap melibatkan stakeholder terkait, khususnya yang berbasis lingkungan. Di samping itu juga harus melibatkan masyarakat lingkar sumber daya air yang punya kesadaran konservasi.
Mengapa begitu? Sebab pengelolaan sumber daya air secara terpadu, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan, tidak akan bisa terwujud tanpa melibatkan berbagai pihak.
Apalagi untuk menyadarkan berbagai pihak bahwa kerusakan dan degradasi sumber daya air turut berdampak pada krisis air bukanlah tugas yang mudah. Sebab, ada faktor ulah manusia yang berperan dalam mendegradasi sumber daya air selain faktor alam.
Intinya peran pemerintah daerah dalam rangka pelaksanaan konservasi dan rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS), lahan kritis, hutan lindung, dan hutan produksi untuk menjaga keberlangsungan sumber daya air sangat esensial.
Pemerintah daerah juga perlu dan harus bersinergi dengan pemerintah pusat dalam pelaksanaan konservasi sumber daya air. Sebagai contoh dalam program Kementerian PUPR, aspek konservasi sumber daya air merupakan salah satu dari 5 aspek yang biasa dilaksanakan.
Aspek lainnya, yakni penggunaan sumber daya air, aspek pengendalian daya rusak air, aspek kelembagaan, dan aspek sistem informasi sumber daya air.
Untuk Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), aspek konservasi sumber daya air biasanya dilaksanakan bekerja sama dengan instansi terkait, seperti Dinas Kehutanan, Balai Wilayah Sungai (BWS) Sulawesi III Palu, dan instansi vertikal di Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup yaitu BPDAS Palu Poso, dan BTNLL.
Hal lain yang tak kalah penting dalam pengelolaan sumber daya air adalah pelaksanaan konstruksi prasarana sumber daya air sebagaimana dimaksud pasal 40 UU SDA.
Terkait pelaksanaan konstruksi prasarana sumber daya air, dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya, berdasarkan program dan rencana kegiatan. Namun demikian dapat dilakukan dengan melibatkan peran serta masyarakat.
Konstruksi prasarana (infrastruktur) sumber daya air menjadi program dan kebijakan pemda guna mewujudkan kebutuhan sumber daya air dapat diselenggarakan secara selaras.
Hal tersebut juga mencakup kebutuhan pertanian rakyat guna mendukung program ketahanan pangan di daerah. Dalam hal ini, Pemerintah Daerah Sulteng lewat Dinas Cipta Karya dan Sumber Daya Air (CIKASDA) turut merealisasikan pelaksanaan konstruksi prasarana guna pengelolaan sumber daya air berkelanjutan.
Dalam pelaksanaan kegiatan konstruksi berupa rehabilitasi, operasi, dan pemeliharaan jaringan irigasi ini dilakukan sebagai bentuk pelayanan penyediaan air irigasi kepada petani.
Berdasarkan data Dinas CIKASDA Sulteng, terdapat 30 daerah irigasi Kewenangan Provinsi Sulteng memiliki kondisi yang berbeda-beda, berdasarkan nilai IKSI pada E-PAKSI pada tahun Anggaran 2022.
Kondisi tersebut antara lain, terdapat 1 daerah irigasi dengan kondisi baik (3%), 6 daerah irigasi dengan kondisi jelek (20%), dan 23 daerah irigasi dengan kondisi kurang (77%).
Berdasarkan kondisi yang ada, Dinas CIKASDA Sulteng menyimpulkan bahwa kondisi daerah irigasi Kewenangan Provinsi Sulteng yang terdiri dari 30 daerah irigasi masih perlu dilakukan penanganan serta rehabilitasi pada prasarana fisik yang ada, sehingga dapat berfungsi secara maksimal.
Sebab keberadaan jaringan irigasi dan bendungan eksisting yang sudah ada di daerah sangat dibutuhkan. Hal itu penting karena tidak hanya dibutuhkan untuk pelayanan pertanian rakyat, melainkan juga untuk menjaga pasokan air bersih saat musim kemarau, serta untuk pencegahan banjir.
Demikian pula konstruksi prasarana sumber daya air berupa bangunan tampungan air, seperti waduk dan embung yang penting untuk tempat penyimpanan atau penampungan air saat musim kemarau.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya