Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mahéng
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Mahéng adalah seorang yang berprofesi sebagai Penulis. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Apa Guna Internet 100 Mbps tapi Tak Menjangkau Wilayah 3T?

Kompas.com - 22/02/2024, 18:00 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Rawa-rawa indah di Runduma dapat menjadi daya tarik wisatawan, membuka peluang bagi UMKM lokal untuk berkembang.

Namun, tanpa infrastruktur yang memadai, potensi ini akan sia-sia. Tanpa akses internet dan akses listrik yang buruk, menghambat pemasaran produk lokal dan pengembangan usaha.

"Misal Abon Runduma bisa dikembangin jadi oleh-oleh khas disana. Tapi siapa yang mau beli kalau nggak ada wisatawan yang berkunjung? Terus gimana caranya buat masarin (secara online) kalau ruang lingkupnya aja begitu, tidak ada sinyal," tukas Dea.

Runduma bukan satu-satunya, pada Desember 2023 lalu, saya melanjutkan petualangan ke Desa Sukajeruk di Pulau Masalembu, salah satu dari 126 pulau di Kabupaten Sumenep, Provinsi Jawa Timur.

Meskipun dari sisi aksesibilitas internet lebih baik dari Runduma, akses internet di Desa Sukajeruk masih jauh dari ideal. Jaringan internet hanya tersedia melalui voucher WiFi dengan harga yang mahal.

Tarif voucher berkisar antara 15 ribu hingga 35 ribu dengan kuota yang terbatas mulai dari 500 MB hingga 1 GB. Harga ini tergolong cukup mahal, terutama jika seorang guru perlu menonton referensi di YouTube. Hanya dengan satu video, kuota dapat habis secara keseluruhan.

Kembali lagi, wacana pemerintah untuk mewajibkan kecepatan internet tetap (fixed broadband) minimal 100 Mbps memang menarik. Namun, perlukah ini menjadi prioritas utama?

Bagi pengguna internet dengan kecepatan 15 Mbps seperti saya saja, tagihan bulanan bisa membengkak. Mewajibkan 100 Mbps di seluruh wilayah, tanpa memperhatikan pemerataan akses terlebih dahulu, dapat memperparah kesenjangan digital.

Anggaran untuk 100 Mbps lebih bijak dialokasikan untuk pemerataan akses internet. Sisa anggaran dapat digunakan untuk pemberdayaan dan literasi digital serta keamanan digital yang membutuhkan dana signifikan.

Ilustrasinya seperti ini: Pemerataan akses internet adalah "jalan tol" atau "road race" yang harus dibangun terlebih dahulu. Kalakian dilatih pembalapnya dengan "literasi digital". Setelah itu, barulah kita berbicara tentang "balapan" kecepatan internet.

Saat ini, jalanan masih berlubang, sering macet, dan pengemudinya sering terjebak hoaks di grup keluarga. Kalau disuruh balapan apa enggak contang-pelontang hingga nanar?

Pendidikan tertinggal dan potensi ekonomi tersembunyi di desa terpencil adalah dampak yang diakibatkan oleh kesenjangan digital.

Maka itu, mari kita kolaborasi membangun era digital yang inklusif dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia! [mhg]

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Membangun Jalan Tol Digital: Prioritaskan Pemerataan Akses Internet, Bukan Kecepatan"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Cerita dari Subang, tentang Empang dan Tambak di Mana-mana

Cerita dari Subang, tentang Empang dan Tambak di Mana-mana

Kata Netizen
Benarkan Worklife Balance Sekadar Ilusi?

Benarkan Worklife Balance Sekadar Ilusi?

Kata Netizen
Langkah-langkah Memulai Usaha di Industri Pangan

Langkah-langkah Memulai Usaha di Industri Pangan

Kata Netizen
Urbanisasi, Lebaran, dan 'Bertahan' di Jakarta

Urbanisasi, Lebaran, dan "Bertahan" di Jakarta

Kata Netizen
Proses Baru Karantina di Indonesia, Apa Dampaknya?

Proses Baru Karantina di Indonesia, Apa Dampaknya?

Kata Netizen
Tren Vlogger Kuliner, antara Viralitas dan Etis

Tren Vlogger Kuliner, antara Viralitas dan Etis

Kata Netizen
Kebijakan Tarif Trump dan Tantangan ke Depan bagi Indonesia

Kebijakan Tarif Trump dan Tantangan ke Depan bagi Indonesia

Kata Netizen
Film 'Jumbo' yang Hangat yang Menghibur

Film "Jumbo" yang Hangat yang Menghibur

Kata Netizen
Perang Dagang, Amerika Serikat Menantang Seluruh Dunia

Perang Dagang, Amerika Serikat Menantang Seluruh Dunia

Kata Netizen
Apa Kaitan antara Penderita Diabetes dan Buah Mangga?

Apa Kaitan antara Penderita Diabetes dan Buah Mangga?

Kata Netizen
Tiba-tiba Emas Ramai Dibeli, Ada Apa Ini?

Tiba-tiba Emas Ramai Dibeli, Ada Apa Ini?

Kata Netizen
Kembalinya Fitrah Guru Mengajar Setelah Ramadan

Kembalinya Fitrah Guru Mengajar Setelah Ramadan

Kata Netizen
Titiek Puspa dan Karyanya Tak Lekang Waktu

Titiek Puspa dan Karyanya Tak Lekang Waktu

Kata Netizen
'Selain Donatur Dilarang Mengatur', untuk Siapa Pernyataan Ini?

"Selain Donatur Dilarang Mengatur", untuk Siapa Pernyataan Ini?

Kata Netizen
Kenapa Mesti Belajar Menolak dan Bilang 'Tidak'?

Kenapa Mesti Belajar Menolak dan Bilang "Tidak"?

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau