Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Perkembangan SWF Secara Global
Berdasarkan data GlobalSWF, dana kelolaan atau asset under management (AUM) SWF di seluruh dunia hingga November 2024 mencapai lebih dari US$ 13 triliun.
Norges Bank Investment Management merupakan unit aset manajemen dari bank sentral Norwegia, yang dalam operasionalnya bertindak atas nama Government Pensiun Fund Global (GPFG), menjadi SWF dengan dana kelolaan terbesar di dunia, yakni sebesar US$ 1.8 triliun atau senilai Rp28.800 triliun.
Sementara di posisi kedua, China Invesment Corporation milik Pemerintah China yang mengelola dana sebesar US$ 1,33 triliun atau setara Rp21.312 triliun
Menyusul kemudian, SWF asal China lain, SAFE-IC dengan dana kelolaan sebesar US$ 1,23 triliun, Abu Dhabi Invesment Authority (ADIA) milik Pemerintah Kerajaan Uni Emirate Arab (UAE) yang mengelola dana senilai US$1,11 triliun.
Dari kawasan Asia Tenggara, The Goverment of Singapore Invesment Corporation (GIC) yang memiliki mandat untuk mengelola dana cadangan negara Singapura yang sebesar US$ 847 miliar atau Rp13.552 triliun, berada di urutan ke tujuh.
Sedangkan SWF Singapura lainnya yang sistemnya bakal menjadi rujukan Danantara berada di peringkat 11 dengan dana kelolaan sebesar US$288 miliar atau Rp4.060 triliun.
Sejatinya, Indonesia termasuk terlambat dalam membentuk pengelola SWF. Berdasarkan catatan Kementerian Keuangan, gagasannya memang sudah ada sejak tahun 2007 dengan mendirikan Pusat Investasi Pemerintah (PIP) melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 52/PMK.1/2007.
Pembentukan PIP, mengacu pada tipe kedua SWF yang berbentuk korporasi seperti Temasek milik Pemerintah Singapura.
Sayangnya, setelah 8 tahun berdiri dengan modal awal Rp4 triliun, pada tahun 2015, PIP harus dilikuidasi untuk kemudian berubah bentuk menjadi sebatas Badan Layanan Umum (BLU) di bawah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara Kementerian Keuangan, karena investasinya cenderung tak berkembang akibat dikelola terlalu birokratis.
Pada tahun 2020 Pemerintah Indonesia, mencoba membangun kembali SWF, kali ini dengan magnitude lebih besar karena lahir berdasarkan aturan yang lebih tinggi dari sekedar peraturan setingkat menteri, yakni dengan payung hukum Peraturan Pemerintah nomor 74 tahun 2020 tentang Lembaga Pengelola Investasi yang merupakan aturan pelaksana dari Undang-Undang Cipta Kerja.
Berdasarkan aturan tersebut,lahirlah Indonesia Invesment Authority (INA) pada tahun 2021, dengan modal awal yang berasal dari APBN sebesar US$ 5 miliar atau setara dengan Rp75 triliun
INA memiliki empat sektor utama, yaitu infrastruktur dan logistik, infrastruktur digital, layanan kesehatan, dan energi ramah lingkungan.
Setelah berjalan 4 tahun dana kelolaannya terus berkembang mencapai Rp163 triliun.
Namun dengan terbentuknya Danantara, kemungkinan besar INA akan dikonsolidasikan ke dalam badan baru ini, sehingga namanya tak lagi eksis, melebur menjadi Danantara.
Satu hal penting lain yang tak boleh dilupakan, dan ini sangat krusial agar sebuah SWF bisa berjalan optimal sebagai sebuah kendaaran investasi yang profitable dan bisa me-leverage aset negara menjadi lebih berharga, harus bebas dari intervensi politik pihak manapun.
Di sinilah tantangannya bagi Danantara sebagai SWF, bisa kah bebas dari cawe-cawe politik penguasa yang biasanya, "bermata hijau" melihat sumber duit bernilai masif, hingga Rp14.750 triliun.
Sebagai penutup, kehadiran Danantara sebagai lembaga pengelola investasi baru di Indonesia, dengan format Sovereign Wealth Fund (SWF), menjadi babak baru dalam upaya meningkatkan investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Meskipun masih terdapat pro dan kontra terkait pembentukannya, penting untuk diingat bahwa pengelolaan SWF yang baik dan transparan dapat memberikan manfaat besar bagi negara.
Belajar dari pengalaman global, termasuk pendirian SWF pertama di Amerika Serikat, Indonesia perlu memastikan bahwa Danantara dikelola dengan profesional, akuntabel, dan bebas dari intervensi politik.
Prinsip-prinsip Santiago harus menjadi panduan utama dalam operasionalnya, sehingga Danantara dapat menjadi instrumen yang efektif dalam mengelola aset negara untuk tujuan jangka panjang.
Keberhasilan Danantara akan sangat bergantung pada kemampuan Indonesia untuk menciptakan tata kelola yang kuat, menghindari praktik-praktik korupsi seperti kasus 1MDB, dan memastikan bahwa investasi yang dilakukan benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat dan perekonomian Indonesia secara keseluruhan.
Dengan demikian, Danantara memiliki potensi besar untuk menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa depan.
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Keriuhan Danantara dan Sedikit tentang Sovereign Wealth Fund (SWF)"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.