Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Untuk pendapat ghostwriter dapat bekerja dari nol, termasuk ia yang harus menemukan gagasan dan mengembangkannya untuk orang lain, saya kurang setuju.
Jika demikian, persoalan etis tadi mengemuka. Apakah etis seseorang/kelompok mengakui karya tulis itu adalah karyanya tanpa berbuat apa pun hanya karena ia memiliki uang untuk membayar ghostwriter?
Itu sebabnya ada perbedaan istilah antara author dan writer. Author adalah seseorang yang memiliki gagasan atau kaya akan gagasan, tetapi belum tentu mampu menulis.
Sementara writer adalah seseorang yang sangat terampil menulis, tetapi belum tentu memiliki gagasan. Hubungan antara author dan writer ini diwujudkan dengan penulisan kolaboratif.
Author dapat mengajak seseorang menulis dari nol dan ikut mengembangkan gagasan, mencari sumber penulisan, dan meriset sehingga orang itu dinamakan co-author.
Author juga dapat mengajak seseorang menulis tidak dari nol, melainkan telah tersedia cukup bahan dan hasil riset untuk dituliskan sehingga orang itu disebut co-writer---namanya turut dituliskan sebagai nama kedua atau nama ketiga.
Terakhir, author dapat meminta seseorang menulis bukan dari nol, melainkan telah tersedia cukup bahan dan hasil riset untuk dituliskan sehingga orang itu disebut ghostwriter karena namanya tidak dikreditkan/disebutkan sebagai penulis. Jalan tengah yang diambil biasanya nama ghostwriter muncul sebagai editor/penyunting.
Jika ghostwriter bekerja dari nol atas kontrak dari klien yang memiliki uang, ghostwriter memang tidak berbeda dengan joki tulisan. Ia menghasilkan karyanya sendiri untuk diakui sebagai karya orang lain.
Perbedaan pendapat soal ghostwriter ini memang terus terjadi seperti ditengarai oleh Bahri dan Sambo dalam bukunya.
Namun, saya tetap memandang ghostwriter sebagai profesi legal sepanjang ia memiliki batasan dalam mengerjakan tulisan untuk orang lain.
Penggunaan ghostwriter menjadi relevan jika seorang pengarang/pemilik gagasan (author) mengalami kesulitan menulis, seperti tidak mampu menulis dengan baik dan tidak memiliki waktu untuk menulis karena kesibukan luar biasa.
Dalam hal ini, seorang ghostwriter dapat membantu orang tersebut bukan semata persoalan uang, melainkan juga persoalan mengalirkan pengetahuan.
Pengetahuan seorang author yang menjadi klien ghostwriter dalam bentuk tacit knowledge dan ditransfer menjadi explicit knowledge melalui tulisan menjadi pekerjaan yang mulia meskipun ia dibayar.
Ya, jangan sampai seorang pakar lalu tiada bersama pengetahuan yang dikuasainya tanpa ada pewarisan dalam bentuk tulisan.
Ghostwriter dapat dilihat sebagai profesi dan dapat pula menjadi penugasan. Seseorang yang menjadi praktisi humas sering kali harus siap menjadi ghostwiter, terutama menyiapkan pidato pimpinan atau presentasi pimpinan.