Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dani Ramdani
Penulis di Kompasiana

Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Asas Ultimum Remedium Penting dalam Sistem Peradilan Pidana Anak

Kompas.com, 10 Maret 2023, 15:41 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Dalam Pasal 69 UU SPPA diatur mengenai dua hal, anak yang berkonflik dengan hukum dapat dijatuhi pidana atau tindakan. Pidana yang dimaksud jelas menurut UU SPPA.

Di dalam Pasal 71, pidana pokok terhadap anak terdiri dari: 1) peringatan, 2) pidana dengan syarat yang meliputi pembinaan di luar lembaga, pelayanan masyarakat, atau pengawasan, 3) pelatihan kerja, 4) pembinaan dalam lembaga, 5) penjara.

Selain itu ada juga pidana tambahan yang terdiri dari perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; atau pemenuhan kewajiban adat.

Apabila dalam hukum materiil diancam pidana kumulatif berupa penjara dan denda, pidana denda diganti dengan pelatihan kerja.

Lantas bagaimana dengan hukum tindakan? Tindakan hanya bisa dikenakan pada anak yang belum berusia 14 tahun.

Hukum tindakan diatur dalam Pasal 82 yang terdiri dari pengembalian kepada orang tua/Wali; penyerahan kepada seseorang; perawatan di rumah sakit jiwa; perawatan di LPKS, kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta; pencabutan surat izin mengemudi; dan/atau perbaikan akibat tindak pidana.

Namun, ada yang perlu digarisbawahi sebelum menggunakan ketentuan Pasal 71, yakni diversi dan restorative justice harus diupayakan lebih dulu.

Sebab, hal itu bertujuan untuk mencapai kesepakatan anatara korban dan pelaku yang keduanya masih anak-anak. Upaya ini jauh lebih humanis karena anak adalah salah satu konsen dalam HAM yang berlaku universal.

Dengan hadirnya UU Nomor 35 Tahun 2014 dan UU SPPA adalah konsekuensi yang harus diterima Indonesia karena menyetujui Convention on the Rights of the Child.

Diversi dan restorative justice adalah salah satu upaya menjaga kemerdekaan anak. Hukuman yang diberikan pada anak juga tidak boleh merendahkan martabat anak.

Hal itu dikarenakan anak adalah aset yang berharga. Apabila diversi dan restorative justive tidak bisa dicapai, maka tahap selanjutnya adalah ketentuan Pasal 71.

Dalam Pasal 71, pidana pokok berupa penjara diletakkan paling akhir, karena hal tersebut sesuai dengan asas ultimatum remedium yang berarti pidana adalah upaya terakhir.

Asas ultimatum remedium juga disinggung dalam Pasal 2 UU SPPA. Ada alasan tersendiri mengapa penjara menjadi upaya terakhir, yakni karena penjara jelas tidak ramah untuk anak.

Saya jadi teringat ketika mengunjungi Lapas Nusakambangan tahun 2020 lalu. Saat masuk ke dalam lapas, seketika saya merasa sumpek. Para tahanan di sana juga terlihat stres karena dikurung di penjaran.

Para tahanan yang terdapat di sana adalah orang dewasa yang sudah matang secara pikiran dan mental. Jadi, bisa dibayangkan akan seperti apa jadinya bisa anak-anak yang ditempatkan di dalam penjara?

Karena alasan psikologis dan mental inilah yang membuat penjara ditempatkan sebagai opsi terakhir untuk hukuman anak.

Maka dari itu, pidana pokok pada anak tidak sama dengan pidana pokok orang dewasa. Jadi, jika ada anak yang berkonflik dengan hukum, ia perlu dibina.

Hal inilah esensi hukuman yang tepat bagi anak, bukan dengan cara memenjarakan dan menyamakan hukumannya seperti orang dewasa.

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya
Resistensi Antimikroba, Ancaman Sunyi yang Semakin Nyata
Resistensi Antimikroba, Ancaman Sunyi yang Semakin Nyata
Kata Netizen
Ketika Pekerjaan Aman, Hati Merasa Tidak Bertumbuh
Ketika Pekerjaan Aman, Hati Merasa Tidak Bertumbuh
Kata Netizen
'Financial Freedom' Bukan Soal Teori, tetapi Kebiasaan
"Financial Freedom" Bukan Soal Teori, tetapi Kebiasaan
Kata Netizen
Tidak Boleh Andalkan Hujan untuk Menghapus 'Dosa Sampah' Kita
Tidak Boleh Andalkan Hujan untuk Menghapus "Dosa Sampah" Kita
Kata Netizen
Tak Perlu Lahan Luas, Pekarangan Terpadu Bantu Atur Menu Harian
Tak Perlu Lahan Luas, Pekarangan Terpadu Bantu Atur Menu Harian
Kata Netizen
Mau Resign Bukan Alasan untuk Kerja Asal-asalan
Mau Resign Bukan Alasan untuk Kerja Asal-asalan
Kata Netizen
Bagaimana Indonesia Bisa Mewujudkan 'Less Cash Society'?
Bagaimana Indonesia Bisa Mewujudkan "Less Cash Society"?
Kata Netizen
Cerita dari Ladang Jagung, Ketahanan Pangan dari Timor Tengah Selatan
Cerita dari Ladang Jagung, Ketahanan Pangan dari Timor Tengah Selatan
Kata Netizen
Saat Hewan Kehilangan Rumahnya, Peringatan untuk Kita Semua
Saat Hewan Kehilangan Rumahnya, Peringatan untuk Kita Semua
Kata Netizen
Dua Dekade Membimbing ABK: Catatan dari Ruang Kelas yang Sunyi
Dua Dekade Membimbing ABK: Catatan dari Ruang Kelas yang Sunyi
Kata Netizen
Influencer Punya Rate Card, Dosen Juga Boleh Dong?
Influencer Punya Rate Card, Dosen Juga Boleh Dong?
Kata Netizen
Embung Jakarta untuk Banjir dan Ketahanan Pangan
Embung Jakarta untuk Banjir dan Ketahanan Pangan
Kata Netizen
Ikan Asap Masak Santan, Lezat dan Tak Pernah Membosankan
Ikan Asap Masak Santan, Lezat dan Tak Pernah Membosankan
Kata Netizen
Menerangi 'Shadow Economy', Jalan Menuju Inklusi?
Menerangi "Shadow Economy", Jalan Menuju Inklusi?
Kata Netizen
Bukit Idaman, Oase Tenang di Dataran Tinggi Gisting
Bukit Idaman, Oase Tenang di Dataran Tinggi Gisting
Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Terpopuler
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau