Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ragu Theodolfi
Penulis di Kompasiana

Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Beban Orangtua Bertambah karena Anak Masuk Sekolah Jam 5 Pagi

Kompas.com, 23 Maret 2023, 06:05 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Bila anak tidur pukul 9 malam dan harus kembali bangun pukul 3 pagi, artinya waktu tidur anak berkurang 1 hingga 2 jam.

Belum lagi bila anak terpaksa harus tidur lebih malam karena mengalami gangguan tidur atau harus bekerja membantu orangtua atau bisa jadi karena baru selesai mengerjakan tugas sekolah yang sangat banyak. Waktu tidur dan istirahat anak akan semakin berkurang.

Remaja yang memiliki waktu tidur yang kurang, lebih rentan terkena depresi, sulit untuk berkonsentrasi dan pada akhirnya akan bepengaruh pada nilai sekolah yang diperoleh.

Anak Tidak Sarapan

Dengan adanya kebijakan masuk sekolah pukul 5 pagi, anak-anak terpaksa harus bangun lebih awal. Dampak lain yang akan dirasakan orangtua dan anak adalah dengan bangun lebih awal anak akan kurang nyaman untuk sarapan.

Orangtua pun akan semakin kesulitan menyiapkan makanan untuk sarapan anak di waktu yang mestinya masih digunakan untuk tidur.

Bayangkan bagaimana anak bisa nyaman sarapan di waktu 3 dini hari karena harus bangun lebih awal?

Keterbatasan waktu di pagi hari, membuat anak tidak dapat menikmati sarapan pagi mereka. Beberapa ahli gizi menyebutkan bahwa waktu sarapan terbaik dilakukan dua jam setelah bangun tidur.

Artinya, bila anak bangun pukul 3 dini hari, maka waktu sarapan terbaiknya dilakukan pada pukul 5. Padahal pada jam tersebut, anak sudah harus memulai aktivitas di sekolah.

Apalagi, sarapan pagi ini sangat penting untuk anak sebab manfaat dari sarapan pagi sangat banyak bagi tubuh. Selain asupan energi bagi tubuh, sarapan pagi juga bermanfaat bagi metabolisme, membantu kerja otak agar lebih fokus, juga memperbaiki mood seseorang.

Bisa dipastikan, anak yang tidak sarapan pagi akan mengantuk, rentan sakit, dan mengalami kesulitan untuk konsentrasi, yang tentu berdampak pada minimnya informasi yang dapat dicerna oleh otak.

Keselamatan dan Keamanan Anak Tidak Terjamin

Masuk sekolah pukul 5 pagi berarti anak harus berangkat dari rumah lebih awal, sebut saja pukul 4 pagi.

Pergi ke sekolah di waktu tersebut tentu sangat berisiko bagi anak. Minimnya penerangan pada beberapa lokasi di Kota Kupang dapat memicu terjadinya berbagai tindak kejahatan. Tidak hanya pada anak perempuan, namun juga pada anak laki-laki.

Hal ini jelas menimbulkan kekhawatiran bagi orangtua. Kondisi subuh di Kota Kupang sangat sepi. Berbeda dengan di kota besar lainnya yang aktivitasnya ramai sejak dini hari.

Karena anak harus berangkat ke sekolah sepagi itu, pada akhirnya orangtua yang memiliki kendaraan pribadi memutuskan untuk mengantar sendiri anaknya ke sekolah.

Meski, orangtua tahu anaknya sudah mampu mengendarai kendaraan dan sudah layak mengendarai kendaraan sendiri karena sudah memiliki SIM, namun demi keselamatan anak, orangtua memilih untuk mengantar sendiri.

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya
Rajabasa dan Pelajaran Tentang Alam yang Tak Pernah Bisa Diremehkan
Rajabasa dan Pelajaran Tentang Alam yang Tak Pernah Bisa Diremehkan
Kata Netizen
Harga Buku, Subsidi Buku, dan Tantangan Minat Baca
Harga Buku, Subsidi Buku, dan Tantangan Minat Baca
Kata Netizen
Rapor Anak dan Peran Ayah yang Kerap Terlewat
Rapor Anak dan Peran Ayah yang Kerap Terlewat
Kata Netizen
Merawat Pantun, Merawat Cara Kita Berbahasa
Merawat Pantun, Merawat Cara Kita Berbahasa
Kata Netizen
Bukan Sekadar Cerita, Ini Pentingnya Riset dalam Dunia Film
Bukan Sekadar Cerita, Ini Pentingnya Riset dalam Dunia Film
Kata Netizen
Sumatif di SLB, Ketika Penilaian Menyesuaikan Anak, Bukan Sebaliknya
Sumatif di SLB, Ketika Penilaian Menyesuaikan Anak, Bukan Sebaliknya
Kata Netizen
Dari Penonton ke Pemain, Indonesia di Pusaran Industri Media Global
Dari Penonton ke Pemain, Indonesia di Pusaran Industri Media Global
Kata Netizen
Hampir Satu Abad Puthu Lanang Menjaga Rasa dan Tradisi
Hampir Satu Abad Puthu Lanang Menjaga Rasa dan Tradisi
Kata Netizen
Waspada Leptospirosis, Ancaman Penyakit Pascabanjir
Waspada Leptospirosis, Ancaman Penyakit Pascabanjir
Kata Netizen
Antara Loyalitas ASN dan Masa Depan Karier Birokrasi
Antara Loyalitas ASN dan Masa Depan Karier Birokrasi
Kata Netizen
Setahun Coba Atomic Habits, Merawat Diri lewat Langkah Sederhana
Setahun Coba Atomic Habits, Merawat Diri lewat Langkah Sederhana
Kata Netizen
Mengolah Nilai Siswa, Tantangan Guru di Balik E-Rapor
Mengolah Nilai Siswa, Tantangan Guru di Balik E-Rapor
Kata Netizen
Pernikahan dan Alasan-alasan Kecil untuk Bertahan
Pernikahan dan Alasan-alasan Kecil untuk Bertahan
Kata Netizen
Air Surut, Luka Tinggal: Mendengar Suara Sunyi Sumatera
Air Surut, Luka Tinggal: Mendengar Suara Sunyi Sumatera
Kata Netizen
Pacaran Setelah Menikah, Obrolan Berdua Jadi Kunci
Pacaran Setelah Menikah, Obrolan Berdua Jadi Kunci
Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Rp
Minimal apresiasi Rp 5.000
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau