Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dani Ramdani
Penulis di Kompasiana

Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Naturalisasi Pemain: PSSI yang Jor-Joran dan Ironi di Baliknya

Kompas.com - 17/01/2024, 11:33 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Dalam era kepemimpinan pelatih Shin Tae-yong (STY), Timnas Indonesia terus melakukan upaya naturalisasi pemain dengan syarat garis keturunan Indonesia dan bermain di liga luar negeri sebagai pemain Grade A.

Satu-satunya pengecualian syarat garis keturunan dalam Timnas Indonesia adalah Marc Klok. Meskipun tidak memenuhi syarat, kepemimpinan STY memberikan pengecualian untuk Marc Klok, yang kemungkinan besar menjadi pemain terakhir yang menempati posisi tersebut. Klok adalah pengecualian yang menarik dalam kebijakan naturalisasi Timnas.

Pasalnya, sejauh yang saya ingat ketika menjalani ajang kualifikasi Piala Asia, pemain Timnas Indonesia dihuni oleh mayoritas pemain lokal. Hanya ada nama Elkan Baggott yang bermain di Eropa, meski sebenarnya ia tidak melalui proses naturalisai karena ketika memilih kewarganegaraan, ia memilih Indonesia.

Akan tetapi, ketika Indonesia lolos ke babak utama Piala Asia 2023, STY langsung meminta PSSI agar menaturalisasi pemain-pemain Grade A yang bermain di Eropa dengan catatan memiliki garis keturunan Indonesia.

Sejauh ini Indonesia sudah menaturalisasi tujuh pemain yang akan memperkuat Timnas Indonesia di Piala Asia 2023. Mereka adalah Marc Klok, Jordi Amat, Sandy Walsh, Justin Hubner, Shayne Pattynama, Rafael Struick, dan Ivar Jenner.

Naturalisasi Era STY

Kalau kita berpikir dan melihat kembali ke belakang, permintaan STY untuk menaturalisasi pemain sebenarnya dapat dimaklumi. Pada awalnya, STY memang dijanjikan untuk melatih Timnas U-20 yang akan tampil di Piala Dunia. Pada waktu itu ia butuh pemain yang memiliki pengalaman bermain di level dunia untuk memperkuat Timnas Indonesia.

Namun keadaan berkata lain karena gelaran tersebut akhirnya dibatalkan dan Indonesia batal tampil di ajang Piala Dunia.

Meski begitu, proses naturalisasi pemain tidak berhenti. Indonesia berhasil menaturalisasi Jordi Amat yang sudah memiliki pengalaman luar biasa, mengingat dirinya pernah bermain di La Liga.

Keterlibatannya di Timnas memberikan dimensi baru pada lini pertahanan Indonesia. Ia secara resmi menjadi WNI pada tahun 2022 dan membuat debutnya dalam Piala AFF 2022.

Selain Jordi Amat, pada saat bersamaan Indonesia juga menaturalisasi Sandy Walsh. Meskipun akhirnya ia tidak tampil dalam Kualifikasi Piala Asia karena cedera, Walsh membuat debut bersama Timnas Indonesia pada ajang FIFA Matchday melawan Turkmenistan di tahun 2023.

Di tahun yang sama, pada bulan Januari, Shayne Pattynama yang bermain sebagai pemain belakang resmi menjadi WNI. Kehadiran Shayne tentu menambah amunisi lini belakang Timnas.

Ia mengawali debutnya dalam pertandingan melawan Argentina di ajang FIFA Matchday dan berhasil menunjukkan kontribusinya yang signifikan dalam mengawal pertahanan Indonesia.

Selain Amat, Walsh, dan Pattynama, tiga pemain lainnya diproyeksikan untuk Piala Dunia U-20, yaitu Justin Hubner, Ivar Jenner, dan Rafael Struick.

Hubner, yang memperkuat Wolverhampton, sempat ragu dan menolak tawaran naturalisasi. Hal itu disebabkan ia sempat menerima panggilan bermain untuk Timnas Belanda U-21.

Namun, ia kembali mengajukan proses naturalisasi pada PSSI dan membuat debutnya ketika melawan Libya beberapa waktu lalu. Meskipun Hubner melakukan blunder dalam beberapa pertandingan, penampilannya menjanjikan.

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya
Resistensi Antimikroba, Ancaman Sunyi yang Semakin Nyata
Resistensi Antimikroba, Ancaman Sunyi yang Semakin Nyata
Kata Netizen
Ketika Pekerjaan Aman, Hati Merasa Tidak Bertumbuh
Ketika Pekerjaan Aman, Hati Merasa Tidak Bertumbuh
Kata Netizen
'Financial Freedom' Bukan Soal Teori, tetapi Kebiasaan
"Financial Freedom" Bukan Soal Teori, tetapi Kebiasaan
Kata Netizen
Tidak Boleh Andalkan Hujan untuk Menghapus 'Dosa Sampah' Kita
Tidak Boleh Andalkan Hujan untuk Menghapus "Dosa Sampah" Kita
Kata Netizen
Tak Perlu Lahan Luas, Pekarangan Terpadu Bantu Atur Menu Harian
Tak Perlu Lahan Luas, Pekarangan Terpadu Bantu Atur Menu Harian
Kata Netizen
Mau Resign Bukan Alasan untuk Kerja Asal-asalan
Mau Resign Bukan Alasan untuk Kerja Asal-asalan
Kata Netizen
Bagaimana Indonesia Bisa Mewujudkan 'Less Cash Society'?
Bagaimana Indonesia Bisa Mewujudkan "Less Cash Society"?
Kata Netizen
Cerita dari Ladang Jagung, Ketahanan Pangan dari Timor Tengah Selatan
Cerita dari Ladang Jagung, Ketahanan Pangan dari Timor Tengah Selatan
Kata Netizen
Saat Hewan Kehilangan Rumahnya, Peringatan untuk Kita Semua
Saat Hewan Kehilangan Rumahnya, Peringatan untuk Kita Semua
Kata Netizen
Dua Dekade Membimbing ABK: Catatan dari Ruang Kelas yang Sunyi
Dua Dekade Membimbing ABK: Catatan dari Ruang Kelas yang Sunyi
Kata Netizen
Influencer Punya Rate Card, Dosen Juga Boleh Dong?
Influencer Punya Rate Card, Dosen Juga Boleh Dong?
Kata Netizen
Embung Jakarta untuk Banjir dan Ketahanan Pangan
Embung Jakarta untuk Banjir dan Ketahanan Pangan
Kata Netizen
Ikan Asap Masak Santan, Lezat dan Tak Pernah Membosankan
Ikan Asap Masak Santan, Lezat dan Tak Pernah Membosankan
Kata Netizen
Menerangi 'Shadow Economy', Jalan Menuju Inklusi?
Menerangi "Shadow Economy", Jalan Menuju Inklusi?
Kata Netizen
Bukit Idaman, Oase Tenang di Dataran Tinggi Gisting
Bukit Idaman, Oase Tenang di Dataran Tinggi Gisting
Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau