
Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Pada dasarnya, baik akademisi maupun influencer memiliki peran yang sama penting: mengedukasi dan memengaruhi. Bedanya, akademisi bergerak melalui riset dan integritas ilmiah, sementara influencer bekerja lewat narasi dan algoritma.
Masalahnya, sekarang publik sering kali lebih cepat mempercayai sesuatu yang viral daripada sesuatu yang valid.
Ketika acara publik lebih menitikberatkan pada “siapa yang bisa menarik penonton” daripada “siapa yang bisa memberi kedalaman”, maka ruang akademisi perlahan bergeser.
Pertanyaannya kemudian muncul: Apakah dosen juga perlu punya rate card seperti influencer?
Mungkin saja, jika tujuannya adalah memberikan kejelasan dan profesionalisme.
Apakah Dosen Perlu Punya Rate Card? Mengapa Tidak?
Menetapkan nilai profesional bukan berarti mengomersialisasikan ilmu. Sama seperti dokter, pengacara, atau konsultan yang punya tarif, dosen pun berhak menentukan nilai waktu dan keahliannya ketika diminta mengisi acara di luar tugas kampus.
Masalah muncul ketika profesi akademik dibayangi stigma:
“Ilmu itu tidak boleh dibayar.”
Padahal, menghargai jasa seseorang tidak berarti membeli idealismenya. Kita bisa tetap menjunjung niat edukatif, sambil mengakui bahwa waktu dan keahlian juga memiliki nilai.
Bagaimana Jika Panitia Mahasiswa Dananya Terbatas?
Tentu, kita juga tidak bisa serta-merta menyalahkan mahasiswa. Banyak yang bekerja dengan anggaran kecil, merangkai acara dengan semangat gotong royong.
Namun konteksnya berubah ketika acara tersebut berbayar, atau melibatkan sponsor dan pembayaran tinggi untuk influencer. Pada titik itu, acaranya sudah memasuki ranah komersial.
Dan wajar jika narasumber akademik berharap perlakuan yang lebih proporsional.
Di sinilah pentingnya komunikasi terbuka sejak awal. Lebih baik menyampaikan keterbatasan secara jujur ketimbang memberikan amplop seadanya tanpa penjelasan.
5 Prinsip Menghargai Akademisi di Era Influencer
Agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan, beberapa prinsip dapat menjadi pedoman:
1. Bedakan Acara Amal dan Acara Komersial
Jika acaranya non-profit, sebagian besar akademisi memahami kondisi tersebut. Tapi jika ada sponsor, tiket, dan influencer berbayar, maka standar penghargaan harus setara dengan konteks acara.
2. Transparansi dari Awal