Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ariana Maharani
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Ariana Maharani adalah seorang yang berprofesi sebagai Dokter. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Penyebab Masih Adanya Puskesmas Tanpa Dokter di Indonesia

Kompas.com - 19/12/2022, 17:53 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Pertanyaan mengenai mengapa masih ada Puskesmas tanpa dokter di Indonesia, mengapa masih ada Puskesmas yang tak memiliki jumlah minimal (sembilan) tenaga kesehatan, mengapa para dokter cenderung menumpuk di kota ketimbang di desa, sering terdengar dan dilontarkan tak hanya oleh masyarakat melainkan juga oleh kami para tenaga kesehatan.

Jawaban yang paling sering didengar dari pertanyaan-pertanyaan itu adalah bahwa para tenaga kesehatan cenderung lebih tertarik dan memilih bekerja di kota yang tingkat ekonominya lebih baik daripada di desa.

Mereka beranggapan bahwa memilih bekerja di kota lebih memberikan banyak keuntungan, mulai dari keuntungan ekonomi, sosial, budaya, dan profesionalisme.

Oleh karenanya tak mengherankan bila kita melihat laman situs SISDMK Kementerian Kesehatan RI dan mendapati bahwa masih ada dan cukup banyak Puskesmas tanpa dokter.

Daerah-daerah dengan Puskesmas tanpa dokter di laman situs ini digambarkan dengan peta kabupatennya yang diarsir warna kuning dan merah.

Jumlah Puskesmas tanpa dokter ini kurang lebih mencapai lebih dari 500 dan kebanyakan Puskesmas tersebut terdapat di wilayah Papua.

Permasalahan pemerataan jumlah dokter dan tenaga kesehatan di Indonesia memang bukan masalah baru, Sejak dulu bahkan di pengujung tahun 2022 ini pun masalah ini masih ada dan belum juga dapat mencapai target yang diharapkan.

Hal ini masih jauh dari target PPSDMK Kementerian Kesehatan RI yang dicanangkan pada Februari 2020 lalu, yaitu persentase Puskesmas tanpa dokter di Indonesia harus mencapai 0%.

Jika melihat data yang dihimpun oleh Kementerian Kesehatan RI, tercatat sebanyak 6,9% Puskesmas masih tanpa dokter dan dari jumlah itu Puskesmas tanpa dokter terbanyak terdapat di wilayah timur Indonesia.

Rinciannya adalah sebagai berikut.

  • Papua sebanyak 48,18%
  • Papua Barat 42,1%
  • Maluku 23,5%
  • Nusa Tenggara Timur 23,2%
  • Sulawesi Tenggara 18,2%
  • Maluku Utara 16,4%
  • Gorontalo 12,9%
  • Kalimantan Tengah 10,8%
  • Sumatera Selatan 9.3%
  • Sulawesi Tengah 7,7%

Akibat dari masih banyaknya Puskesmas tanpa dokter di berbagai wilayah Indonesia ini cukup nyata, seperti Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB), hingga angka stunting yang cukup tinggi tercatat di daerah-daerah dengan Puskesmas tanpa dokter (Data PPSDMK tahun 2019).

Hal ini tentu sangat mengkhawatirkan. Akan sangat mungkin bisa dikatakan bahwa tak adanya tenaga kesehatan berupa dokter dengan kompetensi untuk melakukan diagnosis dan tatalaksana, turut menyumbang tingginya angka-angka tersebut.

Demi mengatasi hal ini sebenarnya Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan telah melakukan berbagai upaya agar masalah tidak meratanya jumlah dokter di banyak Puskesmas di Indonesia dapat teratasi.

Upaya itu di antaranya adalah dengan membuat program Nusantara Sehat (NS) serta program Dokter Internship.

NS merupakan program pemerintah untuk mengatur dan menempatkan para tenaga kesehatan termasuk di dalamnya dokter baik dalam skema individual maupun team-based ke berbagai daerah terpencil maupun sangat terpencil selama 2 tahun.

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya
Ketika Penderitaan Menjadi Viral, Empati atau Sensasi?
Ketika Penderitaan Menjadi Viral, Empati atau Sensasi?
Kata Netizen
Pengalaman Manis Mengunjungi Perpustakaan Freedom Institute
Pengalaman Manis Mengunjungi Perpustakaan Freedom Institute
Kata Netizen
Kenapa 'Kekerasan' Masih Menyelimuti Dunia Pendidikan?
Kenapa "Kekerasan" Masih Menyelimuti Dunia Pendidikan?
Kata Netizen
Clean Eating, Ketika Makanan Menjadi Bagian dari Proses Penyembuhan
Clean Eating, Ketika Makanan Menjadi Bagian dari Proses Penyembuhan
Kata Netizen
Ruang Sunyi yang Dibutuhkan Suami dan Cara Istri Memahaminya
Ruang Sunyi yang Dibutuhkan Suami dan Cara Istri Memahaminya
Kata Netizen
TKA Perdana Berjalan Lancar, Ini Evaluasi dan Tantangannya
TKA Perdana Berjalan Lancar, Ini Evaluasi dan Tantangannya
Kata Netizen
Cerita Dapur Kampung, Menu Mingguan dari Tanah Sendiri
Cerita Dapur Kampung, Menu Mingguan dari Tanah Sendiri
Kata Netizen
Mencecap Masa Lalu lewat Es Krim di Kedai Jadul
Mencecap Masa Lalu lewat Es Krim di Kedai Jadul
Kata Netizen
Kini CFD Cibinong Tanpa Penjual Jajanan, Ada yang Berbeda?
Kini CFD Cibinong Tanpa Penjual Jajanan, Ada yang Berbeda?
Kata Netizen
Jalan-jalan ke Pasar Buku Legendaris Kwitang, Jakarta
Jalan-jalan ke Pasar Buku Legendaris Kwitang, Jakarta
Kata Netizen
Dunia Global Mesti Waspada Ancaman Penyakit Flu Burung
Dunia Global Mesti Waspada Ancaman Penyakit Flu Burung
Kata Netizen
Melihat Sekolah di Korea Selatan Mengurangi Sampah Makanan
Melihat Sekolah di Korea Selatan Mengurangi Sampah Makanan
Kata Netizen
Mencari Batas antara Teguran dan Kekerasan di Sekolah
Mencari Batas antara Teguran dan Kekerasan di Sekolah
Kata Netizen
Cara Petani Desa Talagasari Memaksimalkan Lahan
Cara Petani Desa Talagasari Memaksimalkan Lahan
Kata Netizen
Sikap Guru pada Murid yang Sering Disalahartikan
Sikap Guru pada Murid yang Sering Disalahartikan
Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Tentang

Fitur Apresiasi Spesial dari pembaca untuk berkontribusi langsung untuk Jurnalisme Jernih KOMPAS.com melalui donasi.

Pesan apresiasi dari kamu akan dipublikasikan di dalam kolom komentar bersama jumlah donasi atas nama akun kamu.

Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan yang berisi konten ofensif, diskriminatif, melanggar hukum, atau tidak sesuai etika dapat dihapus tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau