Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rendy Artha Luvian
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Rendy Artha Luvian adalah seorang yang berprofesi sebagai Penulis. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Ancaman Gelombang Panas Laut bagi Kelestarian Terumbu Karang Indonesia

Kompas.com - 25/10/2023, 17:51 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Salah satu keajaiban yang ada bawah perairan Indonesia adalah terumbu karang. Maka tak heran bila Indonesia terkenal dengan “hutan bawah laut”-nya. Sebab memang keberadaan terumbu karang di laut Indonesia ini sangat penting sebagai rumah bagi banyak makhluk hidup di laut.

Akan tetapi sayangnya keajaiban itu mulai terancam dengan fenomena pemanasan global yang kini telah berubah wujud menjadi pendidihan global. Sebab sekarang ini seluruh bagian bumi ikut memanas, tak terkecuali di lautan.

Hal ini saya rasakan sendiri ketika berkesempatan berlayar ke Samudera Hindia sebelah barat Sumatera selama 15 hari. Suhu yang dirasakan selama berlayar di tengah laut sangat berbeda dengan di darat.

Rasanya, suhu di tengah laut lebih terik dan panas jika dibandingkan dengan suhu ketika berada di daratan, permukaan air laut pun terasa cukup hangat akibat panas terik ini.

Pada kenyataannya, gelombang panas yang terjadi di beberapa negara juga terjadi di lautan, hal inilah yang mengancam keberlangsungan hidup banyak organisme di bawah laut.

Gelombang Panas Laut, Pemanasan Laut yang Membahayakan

Gelombang panas laut adalah fenomena yang terjadi ketika suhu permukaan laut meningkat secara signifikan dan ekstrem dalam periode waktu yang relatif singkat.

Peningkatan suhu yang melebihi ambang batas tertentu ini jika berlangsung terus menerus akan dapat membahayakan ekosistem laut, termasuk terumbu karang.

Gelombang panas laut sering kali disebabkan oleh kombinasi faktor-faktor seperti perubahan iklim, variasi alamiah, dan pola sirkulasi laut. Ketika suhu air laut mencapai tingkat tertentu di atas normal, gelombang panas laut terjadi.

Peristiwa ini dapat berlangsung selama beberapa hari, berminggu-minggu, atau bahkan berbulan-bulan, tergantung pada kompleksitas faktor-faktor yang berkontribusi.

Salah satu penyebab utama adanya gelombang panas laut ialah pemanasan global yang disebabkan oleh emisi gas rumah kaca. Emisi gas ini lah yang kemudian meningkatkan suhu permukaan bumi secara keseluruhan, termasuk suhu air laut. Hal ini membuat lautan lebih rentan terhadap gelombang panas laut.

Selain itu, variasi iklim alamiah juga dapat memicu peristiwa ini. Ketika variabilitas iklim bertemu dengan pemanasan global, hasilnya bisa sangat merusak.

Salah satu perbedaan utama antara gelombang panas laut dan gelombang panas di darat adalah lokasi terjadinya. Gelombang panas darat memengaruhi suhu udara dan lingkungan darat, sementara gelombang panas laut adalah peningkatan suhu air laut yang langsung memengaruhi ekosistem laut, termasuk terumbu karang.

Dampak Gelombang Panas Laut pada Terumbu Karang Indonesia

Berdasarkan data dari pemantauan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melalui Pusat Penelitian Oseanografi - Coremap CTI tahun 2019, kondisi terumbu karang di Indonesia berada pada kondisi memprihatinkan. Dari 1153 lokasi yang diamati, sekitar 33,82% terumbu karang masuk dalam kategori "buruk."

Lebih lanjut, 37,38% terumbu karang lainnya masuk dalam kategori “sedang,” 22,38% termasuk kategori “baik,” dan hanya 6,42% saja yang tergolong "sangat baik."

Tak hanya terancam oleh suhu laut yang kiat memanas, keberadaan terumbu karang juga terancam oleh penyebab lainnya, seperti pencemaran, destruksi fisik oleh praktik manusia, dan gangguan lainnya. Semua elemen ini bersama-sama memberikan ancaman serius terhadap kelestarian terumbu karang Indonesia.

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya
Saat Hewan Kehilangan Rumahnya, Peringatan untuk Kita Semua
Saat Hewan Kehilangan Rumahnya, Peringatan untuk Kita Semua
Kata Netizen
Dua Dekade Membimbing ABK: Catatan dari Ruang Kelas yang Sunyi
Dua Dekade Membimbing ABK: Catatan dari Ruang Kelas yang Sunyi
Kata Netizen
Influencer Punya Rate Card, Dosen Juga Boleh Dong?
Influencer Punya Rate Card, Dosen Juga Boleh Dong?
Kata Netizen
Embung Jakarta untuk Banjir dan Ketahanan Pangan
Embung Jakarta untuk Banjir dan Ketahanan Pangan
Kata Netizen
Ikan Asap Masak Santan, Lezat dan Tak Pernah Membosankan
Ikan Asap Masak Santan, Lezat dan Tak Pernah Membosankan
Kata Netizen
Menerangi 'Shadow Economy', Jalan Menuju Inklusi?
Menerangi "Shadow Economy", Jalan Menuju Inklusi?
Kata Netizen
Bukit Idaman, Oase Tenang di Dataran Tinggi Gisting
Bukit Idaman, Oase Tenang di Dataran Tinggi Gisting
Kata Netizen
Menghadapi 'Ennui' dan Pallu Mara Tetap Istimewa
Menghadapi "Ennui" dan Pallu Mara Tetap Istimewa
Kata Netizen
Ketika Penderitaan Menjadi Viral, Empati atau Sensasi?
Ketika Penderitaan Menjadi Viral, Empati atau Sensasi?
Kata Netizen
Pengalaman Manis Mengunjungi Perpustakaan Freedom Institute
Pengalaman Manis Mengunjungi Perpustakaan Freedom Institute
Kata Netizen
Kenapa 'Kekerasan' Masih Menyelimuti Dunia Pendidikan?
Kenapa "Kekerasan" Masih Menyelimuti Dunia Pendidikan?
Kata Netizen
Clean Eating, Ketika Makanan Menjadi Bagian dari Proses Penyembuhan
Clean Eating, Ketika Makanan Menjadi Bagian dari Proses Penyembuhan
Kata Netizen
Ruang Sunyi yang Dibutuhkan Suami dan Cara Istri Memahaminya
Ruang Sunyi yang Dibutuhkan Suami dan Cara Istri Memahaminya
Kata Netizen
TKA Perdana Berjalan Lancar, Ini Evaluasi dan Tantangannya
TKA Perdana Berjalan Lancar, Ini Evaluasi dan Tantangannya
Kata Netizen
Cerita Dapur Kampung, Menu Mingguan dari Tanah Sendiri
Cerita Dapur Kampung, Menu Mingguan dari Tanah Sendiri
Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau