Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ajeng Leodita Anggarani
Penulis di Kompasiana

Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Adakah Cara Mengingatkan Temanmu yang Terindikasi Tone Deaf?

Kompas.com - 31/08/2024, 09:49 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Orang dengan tipikal semacam ini terindikasi tidak peduli pada opini publik tentang dirinya. Apa yang dilakukan adalah apa yang menurut buah pemikirannya itu benar dan layak.

Pelaku Tone Deaf tidak mudah dan tidak menerima intervensi dari pihak lain atas pola pikirnya. Mereka menitikberatkan keputusannya pada kepuasan pribadi.

Pernah mendengar kalimat, "lebih enak jadi diri sendiri, nggak usah peduli apa kata orang, hidup kita yang jalani." Orang-orang dengan pola seperti ini tidak selalu Tone Deaf, tapi jika dibiarkan maka bisa jadi dirinya masuk ke dalam kategori tersebut. Karena mereka akan merasa bahwa opini orang lain tentang dirinya hanya menimbulkan stres dan perasaan tidak nyaman.

Kita pastinya merasa gemas dengan orang semodel ini. Namun, kita tidak bisa memaksakan diri untuk mengubah pola pikir mereka dengan apa yang kita anggap benar.

Dari pengalaman saya pribadi, saya pernah coba untuk mengingatkan pada teman yang terindikasi Tone Deaf bahwa lebih baik mengurangi kebiasaan membahas masalah rumah tangga di media sosial, karena tidak banyak orang yang sukses mencuri perhatian orang dengan mengumbar masalah pribadi di media sosial.

Harapannya bisa mendulang perhatian eh malah mendapat cemoohan. Masalah pribadi kita justru menjadi topik gibah terbaru untuk orang-orang yang haus melihat kesengsaraan orang lain.

Sayangnya, alih-alih mendengarkan, justru unggahan rekan saya itu makin tidak karuan. Jangan mengira orang semacam ini bisa disindir, jika bicara secara langsung saja tidak digubris apalagi itu, dia pasti makin tak peduli.

Apalagi sejak saya mengerti dia mulai unfollow media sosial saya. Dari situ jelas terlihat bahwa dirinya merasa terganggu dengan sikap saya.

Langkah kedua, saya mulai mengurangi respons terhadap semua postingan media sosialnya yang membahas tentang masalah rumah tangga. Atau hal-hal yang menggiring opini publik bahwa dirinya adalah orang yang paling teraniaya.

Saya pun mulai mengurangi interaksi dengan media sosialnya karena orang dengan indikasi Tone Deaf akan lebih senang berinteraksi dengan sesamanya, dalam hal ini adalah orang yang mendukung sikapnya yang "agak lain" dibanding dengan kebanyakan orang. 

Mereka lebih senang bergabung dengan sesama orang yang memiliki permasalahan hidup sama lalu kemudian saling adu nasib, siapa yang paling sengsara, dialah pemenangnya.

Jika sudah begitu, perlu diingat, bahwa kita tidak punya tanggung jawab untuk mengubah orang lain menjadi baik.

Hal itu terjadi sesuai masanya. Masing-masing orang harus bertanggung jawab atas diri dan perilakunya. Sehingga kita tak perlu membebani diri untuk berpikir keras demi mengubah seseorang menjadi lebih baik dari sebelumnya. Ingat, menghindari bukan berarti meninggalkan.

Jika suatu saat temanmu yang Tone Deaf itu muncul dan meminta saran, tak ada salahnya untuk mengarahkan dengan cara baik-baik. Agar dirinya tak merasa disudutkan dengan saran yang kita sampaikan.

Namun jika terpaksa untuk tak lagi berhubungan apalagi sikap kita dianggap sebagai gangguan, kita harus tahu di mana pintu keluarnya.

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Resah Temanmu Terindikasi Tone Deaf? Coba Lakukan Ini!"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Standarisasi MBG, dari Pengawasan hingga Sanksi

Standarisasi MBG, dari Pengawasan hingga Sanksi

Kata Netizen
Mencari Jalan Tengah Wisuda Sekolah agar Terlaksana

Mencari Jalan Tengah Wisuda Sekolah agar Terlaksana

Kata Netizen
6 Tips Memilih Kambing yang Cukup Umur untuk Kurban

6 Tips Memilih Kambing yang Cukup Umur untuk Kurban

Kata Netizen
Bagaimana Cara Glow Up dan Memilih Kosmetik Sesuai 'Skin Tone'?

Bagaimana Cara Glow Up dan Memilih Kosmetik Sesuai "Skin Tone"?

Kata Netizen
Kapan Waktu yang Tetap untuk Memulai Investasi?

Kapan Waktu yang Tetap untuk Memulai Investasi?

Kata Netizen
'Deep Talk' Ibu dengan Anak Laki-laki Boleh, Kan?

"Deep Talk" Ibu dengan Anak Laki-laki Boleh, Kan?

Kata Netizen
Santo Fransiskus, Sri Paus, dan Ajaran Keteladanan

Santo Fransiskus, Sri Paus, dan Ajaran Keteladanan

Kata Netizen
Hari Buku, Tantangan Literasi, dan Rumah Baca

Hari Buku, Tantangan Literasi, dan Rumah Baca

Kata Netizen
Ujian Pernikahan Itu Ada dan Nyata

Ujian Pernikahan Itu Ada dan Nyata

Kata Netizen
Kembalinya Penjurusan di SMA, Inikah yang Dicari?

Kembalinya Penjurusan di SMA, Inikah yang Dicari?

Kata Netizen
Potensi Animasi dan Kerja Kolaborasi Pasca Film 'Jumbo'

Potensi Animasi dan Kerja Kolaborasi Pasca Film "Jumbo"

Kata Netizen
Apa yang Berbeda dari Cara Melamar Zaman Dulu dan Sekarang?

Apa yang Berbeda dari Cara Melamar Zaman Dulu dan Sekarang?

Kata Netizen
Cerita dari Subang, tentang Empang dan Tambak di Mana-mana

Cerita dari Subang, tentang Empang dan Tambak di Mana-mana

Kata Netizen
Benarkan Worklife Balance Sekadar Ilusi?

Benarkan Worklife Balance Sekadar Ilusi?

Kata Netizen
Langkah-langkah Memulai Usaha di Industri Pangan

Langkah-langkah Memulai Usaha di Industri Pangan

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau