Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Septian Ananggadipa
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Septian Ananggadipa adalah seorang yang berprofesi sebagai Auditor. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Lebih Jauh Mengenal Green Sukuk dan Mengapa Penjualannya Begitu Laris

Kompas.com - 17/12/2022, 16:52 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Sukuk merupakan salah satu instrumen investasi berbasis syariah yang cukup populer di kalangan masyarakat Indonesia.

Sukuk berbasis syariah ini pertama kali pertama kali diterbitkan pada tahun 2008. Hingga kini, pengelolaan sukuk telah berkembang sangat pesat.

Sedikit gambaran, sukuk adalah Surat Berharga Syariah Nasional (SBSN) yang diterbitkan oleh pemerintah Indonesia. Bagi investor pemilik sukuk ini akan ada imbal hasil dari pemerintah yang dibagikan secara berkala sesuai waktu jatuh tempo yang telah ditetapkan.

Belum lama ini, pemerintah Indonesia menerbitkan sukuk yang sangat populer di kalangan masyarakat, yaitu Sukuk Tabungan (ST) seri 009 dengan jenis Green Sukuk.

Apa itu Green Sukuk?

Secara sederhana green sukuk merupakan salah satu instrumen investasi milik Indonesia yang berkontribusi dalam penghijauan dan pelestarian lingkungan. Jadi, semua dana yang dihimpun dari green sukuk ini akan digunakan pemerintah dalam mengerjakan berbagai proyek yang ramah lingkungan.

Dari penerbitan green sukuk ini, pemerintah menargetkan akan menghimpun dana sebesar Rp3 triliun. Akan tetapi, antusiasme investor reatail terutama generasi milenial sangat tinggi, yakni sekitar 50% investor sukuk retail ini adalah generasi milenial.

Maka tak heran jika hanya dalam beberapa hari setelah diterbitkan, kuota awal Sukuk Tabungan seri 009 (ST-009) ini telah terjual seluruhnya, sehingga Kemenkeu memutuskan untuk menambah kuota penjualan ST-009 secara bertahap.

Penjualan ST-009 ini diketahui mencapai Rp10 triliun hingga hari terakhir penjualan tanggal 30 November 2022 lalu. Hal ini membuat target nasional ST-009 ini sudah tercapai pada 28 November 2022,

Pencapaian ini diketahui melebihi penjualan ST-008 yang diterbitkan tahun lalu yang terjual senilai Rp5 triliun.

Lantas, sebenarnya apa yang membuat ST-009 ini banyak diminati dan laku keras? Daya tarik ST-009 ini salah satunya adalah karena jenisnya Green Sukuk. Secara sederhana, dana yang dihimpun pemerintah dari green sukuk ini akan digunakan untuk mengerjakan berbagai proyek pemerintah yang ramah lingkungan.

Ditambah lagi, green sukuk di Indonesia merupakan salah satu instrumen investasi yang spesial. Pasalnya, Indonesia adalah negara pertama di dunia yang menerbitkan green sukuk secara global pada tahun 2018 dengan dana yang berhasil dihimpun mencapai $1,25 miliar AS.

Indonesia juga menjadi pemeran utama dalam market Global Green Sukuk dengan menjadi penerbit terbesar di dunia.

Berdasarkan data Refinitiv pada Green and Sustainability Sukuk Report per Juni 2022, sebesar 27% dari total Green Sukuk di dunia diterbitkan oleh Indonesia.

Alasan mengapa memilih green sukuk atau sukuk hijau.Kementerian Keuangan RI Alasan mengapa memilih green sukuk atau sukuk hijau.

Perpaduan Investasi yang Serasi

Kehadiran sukuk sebagai instrumen investasi berbasis syariah di Indonesia tampaknya sangat pas. Dengan modal fatwa syariah dari Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), masyarakat Indonesia yang sebagian besar adalah muslim jadi memiliki pilihan instrumen investasi yang sesuai dengan prinsip-prinsip agama Islam.

Sebagai sebuah instrumen investasi keuangan pemerintah, sukuk ini juga terus dikembangkan oleh Kemenkeu bersama MUI, Kementerian Agama, Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah, serta masyarakat seperti Universitas dan para pakar ekonomi syariah.

Halaman Berikutnya
Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya
Resistensi Antimikroba, Ancaman Sunyi yang Semakin Nyata
Resistensi Antimikroba, Ancaman Sunyi yang Semakin Nyata
Kata Netizen
Ketika Pekerjaan Aman, Hati Merasa Tidak Bertumbuh
Ketika Pekerjaan Aman, Hati Merasa Tidak Bertumbuh
Kata Netizen
'Financial Freedom' Bukan Soal Teori, tetapi Kebiasaan
"Financial Freedom" Bukan Soal Teori, tetapi Kebiasaan
Kata Netizen
Tidak Boleh Andalkan Hujan untuk Menghapus 'Dosa Sampah' Kita
Tidak Boleh Andalkan Hujan untuk Menghapus "Dosa Sampah" Kita
Kata Netizen
Tak Perlu Lahan Luas, Pekarangan Terpadu Bantu Atur Menu Harian
Tak Perlu Lahan Luas, Pekarangan Terpadu Bantu Atur Menu Harian
Kata Netizen
Mau Resign Bukan Alasan untuk Kerja Asal-asalan
Mau Resign Bukan Alasan untuk Kerja Asal-asalan
Kata Netizen
Bagaimana Indonesia Bisa Mewujudkan 'Less Cash Society'?
Bagaimana Indonesia Bisa Mewujudkan "Less Cash Society"?
Kata Netizen
Cerita dari Ladang Jagung, Ketahanan Pangan dari Timor Tengah Selatan
Cerita dari Ladang Jagung, Ketahanan Pangan dari Timor Tengah Selatan
Kata Netizen
Saat Hewan Kehilangan Rumahnya, Peringatan untuk Kita Semua
Saat Hewan Kehilangan Rumahnya, Peringatan untuk Kita Semua
Kata Netizen
Dua Dekade Membimbing ABK: Catatan dari Ruang Kelas yang Sunyi
Dua Dekade Membimbing ABK: Catatan dari Ruang Kelas yang Sunyi
Kata Netizen
Influencer Punya Rate Card, Dosen Juga Boleh Dong?
Influencer Punya Rate Card, Dosen Juga Boleh Dong?
Kata Netizen
Embung Jakarta untuk Banjir dan Ketahanan Pangan
Embung Jakarta untuk Banjir dan Ketahanan Pangan
Kata Netizen
Ikan Asap Masak Santan, Lezat dan Tak Pernah Membosankan
Ikan Asap Masak Santan, Lezat dan Tak Pernah Membosankan
Kata Netizen
Menerangi 'Shadow Economy', Jalan Menuju Inklusi?
Menerangi "Shadow Economy", Jalan Menuju Inklusi?
Kata Netizen
Bukit Idaman, Oase Tenang di Dataran Tinggi Gisting
Bukit Idaman, Oase Tenang di Dataran Tinggi Gisting
Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Terpopuler
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau